Yuta kecelakaan dan sedang ditangani dokter di rumah sakit. Yuya mempercepat langkah kakinya menuju rumah sakit. Yang ada dipikirannya hanya Yuta, Yuta, dan Yuta.
Saat dokter mengatakan Yuta selamat, Yuya sangat senang karena dia tidak harus kehilangan kakak yang sangat dia sayangi untuk saat ini.
Hangatnya mentari pagi musim panas mulai masuk melalui celah jendela salah satu kamar perawatan di rumah sakit Sakura, kamar perawatan putra keluarga Aoki yang mengalami kecelakaan kemarin, Aoki Yuta. Yuya baru saja datang untuk membawakan pakaian kakaknya dan kemudian Yuya duduk di kursi di sebelah tempat tidur Yuta. Yuya menggenggam tangan Yuta. Karena kelelahan, Yuya pun tertidur dengan tangannya masih menggenggam tangan Yuta.
Yuta merasa tangan terasa hangat, kehangatan yang terasa seperti semangat baru untuknya. Perlahan Yuta membuka matanya, ia merasa berada di sebuah tempat asing.
“Dimana ini?”, kata Yuta dalam hati. “Lalu kenapa dengan tanganku?”, banyak pertanyaan melayang di kepala Yuta. “Dan kenapa Yuya tertidur dalam keadaan begitu”, katanya lagi setelah melihat adiknya.
Ternyata kehangatan yang Yuta rasakan berasal dari genggaman tangan adiknya. Entah kenapa saat mengetahui hal itu detak jantung Yuta menjadi semakin kencang dan tak beraturan. Sepertinya ada kebahagiaan luar biasa yang dirasakan Yuta walaupun dia sendiri tidak tahu apa. Yuta tersenyum memandangi Yuya yang sedang tertidur. Terlihat sangat manis.
Beberapa saat kemudian terdengar suara pintu terbuka. Ternyata itu Hoshimura Michiko, orang yang telah membuat Yuta terbaring dirumah sakit seperti sekarang. Dialah yang telah menabrak Yuta kemarin.
“Ohayou gozaimasu, Aoki san. Syukurlah Anda sudah sadar. Saya Hoshimura Michiko. Yoroshiku onegaishimasu”, Michiko memperkenalkan diri.
“Aoki Yuta. Yoroshiku onegaishimasu”, jawab Yuta.
“Maaf, Anda siapa?”, tanya Yuta.
“Saya….”
Belum sempat Michiko menyelesaikan kalimatnya Yuya pun terbangun mendengar suara kakaknya yang sudah sadar dari koma. Dia merasa sangat senang akhirnya bisa melihat senyum kakaknya lagi.
“Nii chan sudah sadar. Syukurlah”, kata Yuya yang kemudian langsung memeluk Yuta.
Yuta sepertinya merasa kesakitan, tapi dia menahannya karena sudah lama dia tidak merasakan pelukan Yuya. Namun sepertinya Yuya segera tersadar kalau kakaknya sedang sakit. Langsung saja dia melepaskan pelukannya. Yuta pun tersenyum. Senyum bahagia walaupun seluruh badannya terasa sakit.
“Maaf Nii chan. Sakit ya? Yuya senang melihat Nii chan sudah sadar”, ungkap Yuya.
“Iya tidak apa-apa. Nii chan senang Yuya chan masih mau memeluk Nii chan”
“Nii chan ini apa-apaan sih? Yuya kan sayang sama Nii chan”.
Wajah Yuta sedikit berubah warna, dia tersipu malu mendengar kata-kata Yuya. Karena keasyikan dengan dunia mereka berdua, mereka melupakan kalau diruangan itu ada orang lain. Seorang gadis cantik berambut panjang, Hoshimura Michiko.
“Ehem…..”, Michiko menyela kesenangan kakak beradik itu.
“Eh, ada Hoshimura san. Kapan datang? Maaf saya tidak memperhatikan.”, kata Yuya.
“Sejak kamu terbangun dari tidurmu dan langsung memeluk kakakmu”, ucap Michiko sambil tersenyum.
“Saya jadi malu”, Yuya tersipu.
“Ah iya, Nii chan ini Hoshimura san. Dia yang membawa Nii chan kerumah sakit kemarin”, Yuya memperkenalkan Michiko pada Yuta.
“Tepatnya saya yang menabrak Aoki san kemarin”, tambah Michiko. “Saya benar-benar minta maaf.”
“Tidak apa-apa. Yang penting saya masih selamat. Terima kasih karena sudah menolong saya”, kata Yuta.
Kemudian Michiko menceritakan kenapa kemarin dia sampai menabrak Yuta. Pikirannya sedang kalut saat itu. Dia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi sementara pada saat yang sama dia bertengkar dengan kekasihnya yang sekarang sudah jadi mantan kekasihnya karena tepat saat menabrak Yuta, kekasih Michiko memutuskan hubungan mereka. Ternyata kekasihnya itu selingkuh dengan teman Michiko. Kemarin benar-benar hari sial untuk Michiko, sudah diputuskan oleh pacarnya dan dia juga menabrak Yuta yang saat itu sedang menyebrang.
“Wah Hoshimura san benar-benar sedang sial ya kemarin”, kata Yuya.
“Ya bisa dibilang begitu. Tapi aku beruntung bisa bertemu dengan kakak beradik yang akrab seperti kalian. Kalian membuatku sadar ternyata aku tidak terlalu memperhatikan adikku”, kata Michiko.
“Eh, Hoshimura san punya adik?”, tanya Yuya.
“Iya seorang adik laki-laki. Sekarang dia sudah kelas 2 di SMA Midori. Namanya Tarou”, jawab Michiko.
Yuya kaget mendengarnya. Ternyata Tarou memang ada hubungan dengan Michiko. Mereka kakak beradik. Astaga kenyataan macam apa ini? Di saat Yuya tidak ingin berhubungan dengan hal yang berkaitan dengan Tarou, Yuya malah bertemu dengan kakak Tarou.
“Aoki san, kenapa diam? Apa kamu mengenal adikkku?”, tanya Michiko.
“Saya memang bersekolah di SMA Midori tapi saya tidak kenal dengan Hoshimura senpai”, kata Yuya berbohong. “Hoshimura san, panggil saya Yuya saja”,tambah Yuya.
“Baiklah, Yuya chan. Senang mengenalmu”
“Nii chan, Yuya mau keluar sebentar ya. Mau makan. Yuya lapar. Nii chan ngobrol dengan Hoshimura san dulu ya”
Yuta hanya mengangguk sambil tersenyum. Yuya pun keluar dari kamar itu. Dia sebenarnya tidak lapar. Dia hanya ingin mencari udara segar setelah mengetahui kalau Tarou dan Michiko adalah saudara.
“Kakaknya baik tapi kenapa adikya menyebalkan?”,kata Yuya dalam hati.
Karena kepalanya dipenuhi dengan hal-hal tentang Tarou dan Mochiko, Yuya tidak terlalu memperhatihakan jalan. Akhirnya dia menabrak seseorang yang berjalan dari arah berlawanan.
“Maaf, maaf”, kata Yuya sambil membantu mengambil barang bawaan orang yang ditabraknya yang jatuh tadi.
“Tidak apa-apa”, balas gadis yang ditabraknya.
“Eh, Aoki Yuya”, kata gadis itu tiba-tiba yang membuat Yuya agak kaget.
“Yamasaki Rin?”, jawab Yuya.
Ternyata yang ditabrak Yuya adalah Yamasaki Rin, siswi kelas 1-2 SMA Midori. Tubuhnya lebih tinggi dan lebih kurus dari Yuya. Rambutnya panjang dan lurus berwarna kecoklatan. Bola matanya berwarna hitam, kulitnya putih namun dari raut wajahnya terlihat agak judes. Yuya juga tidak terlalu mengenalnya karena mereka beda kelas.
“Aoki san sedang apa disini? Menjenguk kerabat yang sakit juga ya?”, tanya Rin.
“Kakakku dirawat disini. Kemarin dia kecelakaan”, jawab Yuya.
“Lalu bagaimana keadaannya?”, tanya Rin.
“Hari ini sudah lebih baik kok. Yamasaki san sendiri sedang apa disini?”, Yuya balik bertanya.
“Sepupuku baru melahirkan anak pertamanya kemarin. Jadi aku datang untuk menjenguknya. O ya boleh aku menjenguk kakak Aoki san? Kebetulan aku berada di sini jadi kenapa tidak sekalian saja”, kata Rin.
“Tentu saja boleh. Terima kasih atas kebaikan Yamasaki san”.
Rin sebenarnya sudah pernah melihat Yuta sebelumnya, suatu hari saat Yuta menjemput Yuya di sekolah. Sejak saat itu Rin tertarik pada Yuta dan ingin mengenal Yuta. Hari ini adalah kesempatan untuknya, jadi dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan berkenalan langsung dengan Yuta. Mereka berjalan menyusuri koridor hingga sampai di depan kamar Yuta.
“Ohayou gozaimasu, Aoki san”, sapa Rin.
“Ohayou gozaimasu”, jawab Yuta.
“Nii chan, ini teman sekolah Yuya, Yamasaki Rin. Kebetulan tadi kita tidak sengaja bertemu di koridor rumah sakit”, Yuya memperkenalkan Rin.
“Yoroshiku onegaishimasu”, Rin membungkuk.
“Yoroshiku onegaishimasu”, balas Yuta. “Terima kasih karena sudah menjenguk saya”, kata Yuta lagi.
“Saya kebetulan saja ada di rumah sakit ini, jadi saya pikir kenapa tidak sekalian saja menjenguk Aoki san”, kata Rin.
“Oh ya, Yamasaki san, kenalkan juga, ini Hoshimura san”, Yuya mengenalkan Michiko pada Rin.
Rin dan Michiko pun berkenalan dan saling memberi salam walaupun sebenarnya Rin tidak begitu suka dengan Michiko karena Rin mengira Michiko adalah pacar Yuta. Dan jika benar berarti hilang sudah harapan Rin untuk bisa menjadi pacar Yuta.
“Wah, Hoshimura san pacar yang baik ya mau menemani pacarnya yang sedang dirawat di rumah sakit”, kata Rin yang bisa dibilang agak sok tahu.
Yuya, Yuta, dan Michiko kaget mendengar kata-kata Rin. Dan kemudian mereka tertawa kecil.
“Saya bukan pacar Aoki san kok”, jawab Michiko.
Rin merasa malu sekaligus lega, berarti masih ada kesempatan untuknya mendekati Yuta dan menjadikan Yuta pacarnya. Bisa dibilang dia terobsesi ingin menjadi pacar Yuta.
“Ah, maafkan saya salah sangka”, kata Rin.
“hahaha, tidak apa-apa”, kata Michiko.
Mereka pun melanjutkan obrolan mereka yang menyenangkan. Tapi mereka tidak pernah menyangka kalau suasana menyenangkan saat itu akan berubah di masa depan nanti.
********
Sudah lima minggu berlalu sejak Yuta mengalami kecelakaan. Keadaan Yuta pun hampir pulih sepenuhnya. Walaupun tangannya masih sering terasa sakit. Semua berjalan dengan lancar sejauh ini, kecuali hubungan Yuya dan Tarou yang masih sedingin es, walapun saat ini baru akhir bulan September.
Jalan setapak di taman dekat rumah Yuya di penuhi dedaunan berwarna kecoklatan yang berguguran. Udara pun terasa sejuk. Musim gugur telah tiba. Sinar matahari sore menerpa wajah Yuya yang sedang berjalan tanpa tujuan di jalan setapak itu dengan masih mengenakan seragam sekolahnya. Dia tidak tahu mau kemana untuk membunuh kebosanannya. Setelah berjalan selama beberapa saat dia memutuskan untuk duduk di bangku taman yang ada di depan kolam ikan di tengah taman itu.
“Huft, aku bosan sekali. Mana Nii chan malam ini lembur”, Yuya menggumam sendiri.
Sambil memandangi sekeliling taman, Yuya meneguk air mineral yang di bawanya. Air itu menyegarkan tenggorokannya dan perlahan rasa hausnya pun hilang. Saat Yuya sedang meneguk minumannya, tiba-tiba ada seseorang yang mengagetkannya dari belakang dan sukses membuatnya tersedak.
“Yuya chan….”, sapa orang itu sambil menepuk pundak Yuya dari belakang.
“Uhuk…uhuk…. “, Yuya tersedak.
“Eh, Yuya chan sedang minum? Gomen ne”, kata suara itu minta maaf.
“Ternyata Nee chan. Yuya kira siapa. Baru mau Yuya hajar karena membuat Yuya tersedak”, kata Yuya.
Ternyata orang yang mengagetkan Yuya adalah Michiko Hoshimura. Setelah Yuta keluar dari rumah sakit, Yuya dan Yuta menjadi akrab dengan Michiko. Dan Michiko mengizinkan Yuya memanggilnya dengan sebutan Nee chan. Yuya senang karena sekarang dia punya kakak perempuan yang bisa menemaninya saat dia sedang kesepian kalau Yuta harus kerja lembur.
“Nee chan sedang apa disini?”, tanya Yuya.
“Tadi Yuta meneleponku, katanya dia kerja lembur malam ini. Jadi Yuta minta tolong padaku untuk menemani Yuya”, kata Michiko.
“Hah, Nii chan itu merepotkan saja. Maaf ya Nee chan”, kata Yuya.
“Aku tidak keberatan menemani Yuya karena Yuya sudah kuanggap adikku sendiri”, kata Michiko lembut.
Mereka berdua akhirnya memutuskan menunggu malam tiba di taman itu. Saat kedua gadis itu sedang asyik mengobrol, tiba-tiba ponsel Michiko bordering. Ada sebuah panggilan masuk. Ternyata dari adik laki-lakinya, Hoshimura Tarou.
“Yuya chan, aku angkat telepon sebentar ya”, kata Michiko yang kemudian sedikit menjauh dari Yuya dan mengangkat teleponnya.
Yuya masih duduk di bangku di depan kolam ikan itu. Samar-samar Yuya mendengar suara Michiko yang berbicara lewat telepon tapi Yuya tidak begitu jelas mendengar apa yang dikatakan Michiko selain itu Yuya juga tidak terlalu peduli. Enam menit kemudian Michiko kembali dengan tersenyum.
“Maaf ya Yuya aku lama”, kata Michiko.
“Tidak apa-apa Nee chan. Itu telepon penting ya?”, tanya Yuya.
“Ah tidak kok. Tenang saja”, jawab Michiko.
Dua puluh menit kemudian seseorang menghampiri mereka, seorang anak laki-laki bertubuh kurus dan tinggi, berambut coklat.
“Nee chan”, panggil suara laki-laki itu.
Michiko menoleh, tapi tidak dengan Yuya. Yuya merasa mengenal suara itu. Suara yang sudah lama tidak didengarnya. Suara yang sedikit dirindukannya. Suara seniornya di SMA Midori, Hoshimura Tarou.
“Ah, Tarou kun. Kau sudah datang. Ayo kemari”, ajak Michiko.
Yuya hanya diam. Dan pertanyaan demi pertanyaan melayang di kepalanya. Kenapa ada Tarou disini? Apa dia dan Michiko merencanakan sesuatu? Mereka akan melakukan apa pada Yuya? Dan banyak hal-hal aneh lainnya muncul dipikirannya.
“Yuya chan, ini adikku, Tarou. Tarou ini Yuya”, Michiko memperkenalkan mereka satu sama lain.
“Kami sudah saling mengenal”, kata Tarou.
Yuya masih diam. Dia tidak mau memandang ke arah mata Tarou. Dia hanya menunduk.
“Tarou kun, ayo duduk disini. Di sebelah Yuya”, Michiko menyuruh adiknya.
Tiba-tiba saja ponsel Michiko kembali bordering. Ada sebuah e-mail masuk. Michiko membaca pesan itu dan kemudian dia seperti menyadari sesuatu.
“Astaga, aku lupa sesuatu. Aku lupa ada janji makan malam dengan teman-teman SMA ku. Yuya chan tidak apa-apa kan kalau bersama Tarou? Pasti tidak apa-apa kan. Ya sudah aku pergi dulu. Tarou jaga Yuya ya. Lalu antar dia pulang”, Michiko segera pergi dan menghilang dari pandangan sebelum Yuya sempat mengatakan sesuatu.
“Kata siapa aku mau diantar pulang olehnya? Nee chan itu seenaknya saja menitipkanku pada adiknya yang menyebalkan ini.”, Yuya menggumam.
“Maaf, kamu bilang apa barusan?”, tanya Tarou.
“Ah bukan apa-apa”, jawab Yuya.
Setelah Michiko meninggalkan mereka berdua di taman, mereka hanya duduk dalam diam sambil memandang kearah kolam ikan yang ikannya sudah mulai tak terlihat karena matahari sudah tak menampakkan sinarnya lagi hari itu. Langit semakin gelap dan lampu-lampu jalan dan lampu taman mulai menyala.
“Sudah malam, saya mau pulang. Sampai jumpa Senpai”, kata Yuya tiba-tiba.
Yuya segera berdiri dan berniat segera pergi untuk mengakhiri kekikukan diantara mereka yang membuat Yuya sangat tidak nyaman. Di tambah lagi hubungan mereka yang kurang baik. Tapi sebelum Yuya pergi, Tarou menarik tangan Yuya pertanda Tarou tidak ingin Yuya pergi.
“Aoki san, tunggu dulu. Ada yang ingin aku bicarakan”, akhirnya Tarou berbicara pada Yuya.
“Heh?”, Yuya heran. “Bukankah Senpai membenci saya? Jadi untuk apa kita bicara? Selain itu Senpai juga sukses membuat saya membenci Senpai. Selamat malam”, kata Yuya sambil melepaskan pegangan tangan Tarou.
Lagi-lagi sebelum Yuya melangkahkan kakinya, Tarou kembali menarik tangan Yuya dan kemudian menarik Yuya kedalam pelukannya. Dinginnya udara malam berubah menjadi hangat seketika, sepertinya ada sesuatu yang merasuk ke dalam diri Yuya, perasaan aneh yang membuat Yuya ingin menikmati pelukan Tarou. Namun, sebelum Yuya terhanyut lebih dalam, Yuya menarik kembali dirinya ke dunia nyata dan segera mendorong Tarou yang membuat pelukan Tarou terlepas darinya.
“Apa yang Senpai lakukan? Ini namanya pelecehan”, bentak Yuya.
“Maafkan aku. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya ingin kamu tetap disini dan mendengarkan apa yang akan aku katakan”, kata Tarou.
“Oke, Senpai mau bicara apa?”, kata Yuya ketus.
“Kejadian tempo hari, aku minta maaf. Saat itu aku memang sangat kesal karena perlakuan kakakmu padakku. Setelah kejadian siang itu, aku selalu memikirkan hal itu, tapi aku tidak punya keberanian untuk minta maaf. Sampai suatu waktu, Nee chan menceritakan padaku dia menabrak seseorang bernama Aoki, aku langsung teringat padamu. Aku kira Nee chan menabrakmu, tapi ternyata Nee chan menabrak kakakmu. Setelah kenal kalian, Nee chan menjadi lebih baik padaku dan lebih perhatian. Nee chan juga menceritakan banyak hal tentang kalian yang membuatku semakin merasa bersalah padamu.”, Tarou menjelaskan.
“Oh”, kata Yuya datar.
“Nee chan menyemangatiku untuk meminta maaf padamu. Aku takut aku tidak pernah punya kesempatan minta maaf padamu. Tapi syukurlah kesempatan itu datang hari ini padaku”, kata Tarou lagi.
“Seharusnya Senpai berpikir dulu sebelum mengatakan dan melakukan sesuatu. Saya benar-benar sakit hati dengan perlakuan Senpai”, kata Yuya lagi dengan nada yang memendam kekesalan.
“Aku benar-benar minta maaf. Tapi kalau Aoki san tidak mau memaafkanku, ya sudahlah. Ini memang salahku”, kata Tarou.
Yuya hanya terdiam sementara langit semakin gelap. Beberapa bintang bersinar di langit menyaksikan Yuya dan Tarou.
“Senpai sudah terlanjur membuat saya sakit hati”, kata Yuya.
“Apa yang harus aku lakukan agar kamu mau memaafkanku?”, tanya Tarou.
Sebenarnya Yuya senang karena Tarou minta maaf padanya. Tapi dia tidak mau memaafkan Tarou dengan semudah itu. Yuya mulai memeras otak, mencari ide untuk mengerjai Tarou terlebih dahulu. Akhirnya Yuya menemukan sebuah ide.
“Senpai yakin mau melakukan apapun untuk saya?”, tanya Yuya.
Tarou hanya membalas dengan anggukan pertanda setuju dengan pernyataan Yuya.
“Baiklah kalau begitu. Berhubung tempo hari Senpai mejatuhkan bento yang sudah susah-susah saya buat, jadi besok, Senpai buatkan saya bento dan jangan minta orang lain yang membuatkannya karena saya akan tahu kalau Senpai berbohong”, kata Yuya.
“Heh”
“Senpai tidak mau? Ya sudah kalau begitu. Senpai tidak akan saya maafkan”, kata Yuya.
“Baik akan aku buatkan untukmu. Besok tunggu aku di atap sekolah saat jam makan siang. Akan ku bawakan bento buatanku untukmu”, Tarou berjanji.
“Oke. Deal. Ah sudah malam. Saya mau pulang. Senpai tidak usah mengantar saya pulang. Rumah saya hanya dua blok dari sini. Ja, mata ashita”, kata Yuya dan kemudian dia meninggalkan Tarou sendirian di taman yang terlihat remang-remang itu.
Dalam perjalanan pulang ke rumahnya, Yuya tersenyum sendiri membayangkan Tarou memasak bento untuknya. Yuya menjadi tidak sabar menunggu besok.
“Tadaima”, kata Yuya membuka pintu depan yang ternyata tidak di kunci karena sepetinya kakaknya sudah pulang.
“Okaeri”, jawab suara dari dalam rumah.
“Heh? Nii chan sudah pulang padahal baru jam segini. Tidak seperti biasanya kalau Nii chan sedang lembur”, kata Yuya agak sedikit heran.
“Nii chan tidak jadi lembur. Sebenarnya Nii chan sudah pulang sejak tadi sore. Tapi tadi di jalan Nii chan bertemu dengan teman Yuya”, jawab Yuta.
“Heh? Teman Yuya? Siapa? Hana?”, tanya Yuya.
“Bukan. Yamasaki Rin yang tempo hari menjenguk Nii chan di rumah sakit”, jawab Yuta.
“Heh? Yamasaki san?”, Yuya heran.
“Iya tidak sengaja bertemu di dekat kantor Nii chan. Lalu dia mengajak Nii chan minum kopi. Ya sudah Nii chan mau saja. Kan tidak baik menolak niat baik orang lain”, kata Yuta. “Lagipula Yuya chan kan sudah ditemani Michiko, hehehe”, sambung Yuta lagi.
“Huh, Nii chan seenaknya saja menelepon Nee chan dan menyuruhnya menemani Yuya”, kata Yuya.
“Eh iya, mana Michiko? Dia tidak mampir?”, tanya Yuta.
“Nee chan lupa kalau dia ada janji makan malam dengan teman-teman SMA nya, jadi dia pergi duluan tadi”, Yuya menjelaskan.
“Nii chan jadi merasa bersalah kerena menggangu janjinya. Weekend nanti kita makan malam bersama Michiko yuk”, usul Yuta.
“Benar Nii chan? Asyik.”, Yuya kegirangan.
Yuta mengangguk sambil tersenyum dan berkata, “Sekarang Yuya mandi dulu sana, lalu kita makan malam. Nii chan sudah masak”.
“Iya Nii chan ku tersayang”, jawab Yuya.
Sementara itu, Tarou pulang kerumahnya dengan pikiran yang bingung. Apa yang akan dia masak untuk Yuya. Tapi dia sudah bertekad untuk minta maaf, jadi dia tidak boleh mundur karena selangkah lagi dia akan mendapatkan maaf dari Yuya.
Sesampainya dirumah, Tarou segera masuk ke kamarnya. Dia mencari beberapa resep masakan di internet untuk di jadikan referensi memasak besok pagi. Tarou tidak pernah memasak sebelumnya karena dia punya pengurus rumah tangga yang megurus semua kebutuhannya termasuk makanan. Satu per satu website tentang masakan di lihatnya. Sepertinya semuanya rumit. Karena mulai putus asa, Tarou menelepon sahabatnya, Fujiwara Ken.
“Moshi-moshi”, Ken menjawab telepon Tarou.
“Moshi-moshi, Ken. Aku butuh bantuanmu”, kata Tarou pada sahabatnya itu melalui telepon.
“Tumben kamu butuh bantuanku? Ada apa?”, tanya Ken.
“Ano, Ken, kamu bisa membuat bento?”, Tarou bertanya.
“Bisa tapi hanya yang sederhana saja. Eh tunggu dulu, kenapa pertanyaanmu aneh?”, Ken balik bertanya.
“Aku ingin belajar membuat bento”, kata Tarou sedikit malu dan segera terdengar Ken tertawa dari telepon.
“Hahaha, ada angin apa seorang tuan muda dari keluarga Hoshimura ingin belajar membuat bento? Kan kalian punya pengurus rumah tangga untuk memasakkan makanan untukmu?”, kata Ken.
“Ah, sudah jangan banyak tanya. Besok ku ceritakan semuanya. Kirimkan saja resepnya ke email ku sekarang juga”, pinta Tarou.
“Baik tuan muda”, Ken menahan tawanya.
“Arigatou”, Tarou menutup teleponnya.
Sambil menunggu email dari Ken, Tarou melihat cara-cara menghias bento agar terlihat menarik. Warna dan bentuknya bervariasi. Cantik. Akhirnya 20 menit kemudian email dari Ken masuk. Tarou mulai membacanya dan sepertinya tidak terlalu sulit. Baru membaca beberapa saja, mata Tarou sudah terasa berat dan akhirnya Tarou tertidur di depan komputer yang masih menyala.
Michiko yang baru pulang mengetuk kamar Tarou ingin memastikan apakah adiknya sudah pulang dan sudah mengantar Yuya pulang dengan selamat kerumahnya. Tapi tak ada jawaban dari Tarou. Lalu Michiko membuka pintu kamar Tarou yang ternyata tak terkunci. Michiko melihat Tarou sudah tertidur pulas di depan komputer yang masih menyala. Michiko mematikan computer Tarou dan mengambil selimut untuk menyelimuti adiknya yang tertidur di kursi.
“Oyasumi, Tarou kun”, Michiko berbisik lalu meninggalkan Tarou yang sudah tertidur pulas.
Yoshi's note:
Update, update. akhir-akhir ini Yoshi kehilangan jiwa menulis, alhasil cerita yang sudah gaje ini jadi tambah gaje. maaf untuk para pembaca *emang ada yang baca fic gaje ini ya* maaf menunggu lama ya. untuk chap ini hanya segini kemampuan Yoshi. jadi harap maklum. kalau terjadi kesalah ketik seperti chap2 sebelumnya harap maklum juga, Yoshi amatiran...
Ja, mata.... arigatou....
Lanjuuuuut!!! XD
BalasHapusEh eh.... si fujiwara ken itu kok kayaknya keren ya? XD
kkak tunggu kelajutanna........
BalasHapuskykna kkak tw tokoh Yamasaki Rin....
jd ga sabar nunggu kelanjutanna........
Hanagawa Yuki, menurutmu keren ya? klo aku tetep suka Yuta, sosok kakak idamanku. klo buk suk lebih tertarik sama Tarou katanya...
BalasHapusNee chan, pasti tahu lah, kan tokoh dalam cerita. wkwkwk....
terima kasih karena sudah mau baca fic gaje ini....
Emang udah penyakit lama, kalo ada tokoh utama cowok punya temen, pasti lebih naksir sama temennya itu..... Awalnya aku naksir yuta... tapi pas si taro nelpon ken itu, entah kenapa aura-nya si ken keren banget*kayaknya* XD
BalasHapuskesukaan tiap orang kan beda-beda... XD
Jiah, auranya kayak apaan aja.... wkwkwk.... aku suka namanya... Fujiwara Ken
BalasHapus