Sabtu, 05 Desember 2015

Yoshi's Diary 2015.12.5

Haiiiiii........

Lama tak jumpa.
Apa kabar dunia maya?
Yoshi baik-baik saja.

Setelah sekian lama tak menulis di blog, akhirnya niat untuk menulis tak terbendungkan.
Hehehe...

Kemana saja Yoshi selama ini?

Pertanyaan bagus.

Sejak April 2014 hingga sekarang Yoshi tinggal dj Jepang.
Yup, Jepang, negeri yang sangat ingin dikunjungi oleh para penggemar budaya, manga, dan anime.

Yoshi ngapain di Jepang?
Entah kenapa Yoshi di Jepang untuk bekerja. Padahal awalnya gak pernah berniat untuk kerja di Jepang.

Gimana hidup di Jepang? enak?
Ada enaknya, ada gak enaknya. Apalagi akhir-akhir ini Yoshi lagi homesick.
Oh....no......

Tapi yang namanya kehidupan harus dinikmati.
Ya gak?


Yup, pagi ini cukup segini dulu...

Sampai jumpa di lain kesempatan...


Bye.. bye....

Selasa, 24 Desember 2013

You Are My Sunshine

Yozora no Shita de


Bulan September, awal musim gugur. Hari-hari di bulan September sudah tidak sepanas hari-hari di musim panas. Hembusan angin musim gugur mulai terasa di kejauhan. Daun-daun pohon maple pun sepertinya mulai bersiap untuk berubah warna.
           Pagi itu Keisuke berniat membeli sekaleng kopi di mesin penjual minuman otomatis yang ada di depan toko yang tidak jauh dari rumahnya. Namun, saat akan mengambil uang dari dompetnya, Keisuke menyadari jika dompetnya tidak ada di tas sekolahnya. Keisuke berusaha mengingat dimana kira-kira dia meletakkan dompetnya.
           “Dompetku dimana ya?”
           Sekeras apapun Keisuke mencoba mengingatnya, dia tidak mendapatkan petunjuk dimana keberadaan dompetnya. Keisuke pun membatalkan niatnya untuk membeli minuman kaleng pagi itu. Dia mengayuh sepedanya perlahan melewati jalanan di pagi hari yang masih sepi menuju ke sekolahnya. Hembusan angin yang sejuk menerpa wajah Keisuke sepanjang perjalanan dan lima belas menit kemudian dia sampai disekolahnya, SMA Seinen.
           Keisuke memarkir sepedanya dan segera bergegas memasuki gedung sekolahnya. Namun, saat Keisuke memasuki halaman sekolahnya terdengar teriakan seorang gadis memanggil namanya dari arah gerbang sekolahnya.
“Keisuke….Keisuke…. Tunggu aku”, teriak gadis itu dan Keisuke pun menoleh.
Gadis itu ternyata Miyata Tomoko, teman sekelas Keisuke sekaligus sahabatnya sejak SMP. Keisuke pun menghentikan langkahnya. Dari kejauhan terlihat Tomoko berlari kecil kearah Keisuke sambil melambaikan tangannya. Keisuke pun membalas lambaian tangan sahabatnya itu. Saat Tomoko sudah hanya tinggal beberapa langkah lagi dari tempat Keisuke berdiri terlihat wajah Tomoko yang tersenyum.
“Keisuke, ini”, kata Tomoko sambil menyerahkan dompet Keisuke dan Keisuke pun terkejut.
“Eh? Kenapa dompetku ada padamu?”, Tanya Keisuke bingung.
“Rahasia”, jawab Tomoko sambil tersenyum mencurigakan.
“Eh?”
           Sambil tersenyum bahagia Tomoko meninggalkan Keisuke yang sedang bingung dibelakangnya. Keisuke yang masih bingung mengejar Tomoko sambil terus memaksa Tomoko mengatakan alasan kenapa dompetnya bisa ada pada Tomoko. Namun Tomoko hanya tersenyum tanpa mengatakan apapun pada Keisuke.
Keisuke meletakkan tasnya diatas meja. Sesekali dia melihat kearah Tomoko yang duduk dibelakangnya. Keisuke merasa aneh, kenapa Tomoko senyum-senyum tidak jelas seperti itu. Pasti ada seseuatu yang membuat Tomoko seperti itu dan pasti ada alasan juga kenapa dompet Keisuke ada pada Tomoko.
“Eh, Tomoko, hari ini kamu aneh deh”.
“Apanya yang aneh? Biasa aja kok”.
“Lalu kenapa kamu senyum-senyum tidak jelas begitu dari tadi?”, tanya Keisuke.
“Tadi, aku bertemu dengan Koike senpai didepan gerbang sekolah”, jawab Tomoko sambil tersenyum.
           “Koike senpai?”, Keisuke menjadi semakin bingung. “Siapa Koike senpai?”,tanya Keisuke lagi.
“Senpai keren dari kelas 3-1 itu. Masa Keisuke tidak tahu”, kata Tomoko.
“Orang yang kamu suka sejak kita kelas satu itu?”, kata Keisuke yang teringat akan seseorang bernama Koike.
“Ssstttt….Keisuke, Jangan keras-keras. Aku kan malu”.
“Memangnya ada urusan apa dia ketemu sama kamu tadi?”, tanya Keisuke penasaran.
“Sebenarnya dia tidak ingin ketemu aku sih. Tadi dia menitipkan dompet Keisuke padaku. Tapi tidak apalah yang penting aku bisa bicara sama dia”.
“Eh?”, Keisuke kaget dan tiba-tiba dia teringat sesuatu.
“Aku ingat sekarang. Kemarin aku pergi ke Internet Café dan staffnya seorang laki-laki tampan yang sepertinya seumuran dengan kita”, kata Keisuke.
“Internet Café dimana?”, tanya Tomoko.
“Daichi Internet Café”, jawab Keisuke.
“Apa Koike senpai kerja sambilan disana ya? Aku ingin kesana. Temani aku kesana ya”, Tomoko membujuk Keisuke.
“Iya. Nanti pulang sekolah aku temani kesana. Aku juga malas pulang kerumah”, kata Keisuke.

******
Bel tanda pelajaran hari ini selesai pun berbunyi. Murid-murid dikelas Keisuke segera memasukkan buku-buku mereka kedalam tas dan segera bergegas untuk pulang kerumah masing-masing. Keisuke dan Tomoko yang akan pergi ke internet café tempat Koike bekerja sambilan pun segera meninggalkan ruangan kelas. Daichi Internet Café yang mereka tuju tidak begitu jauh dari sekolah mereka hanya sepuluh menit jika ditempuh dengan naik sepeda atau 20 menit apabila berjalan kaki. Dua puluh menit kemudian mereka sampai di Daichi Internet Café. Keisuke memarkir sepedanya ditempat parkir yang tersedia dan Tomoko menunggu Keisuke di depan pintu masuk. Setelah memarkir sepedanya mereka pun segera masuk kedalam internet café itu.
“Selamat Datang”, kata staffnya.
“Selamat sore. Yang kosong disebelah mana ya?”, tanya Keisuke pada staff itu.
“Mari saya antar”, kata staff itu pada Keisuke dan Tomoko.
Keisuke dan Tomoko pun berjalan mengikuti staff internet café itu. Namun, saat tiba bilik yang kosong itu, tiba-tiba ponsel Tomoko berbunyi pertanda ada pesan masuk. Pesan itu dari kakaknya.
To : Tomoko
From : Sachiko
Tomoko, kamu dimana? Kamu kan sudah janji mau menemaniku belanja. Cepat pulang.

           Tomoko pun ingat kalau dia ada janji dengan kakaknya. Dia pun bergegas pulang sebelum kakaknya marah-marah padanya.
           “Keisuke, maaf ya aku harus pulang. Aku lupa ada janji dengan kakakku”, kata Tomoko pada Keisuke
           “Iya, tidak apa-apa. Cepat pulang sana sebelum Kak Sachiko marah padamu”, kata Keisuke.
           Akhirnya Keisuke memutuskan untuk main games online seperti biasanya dan sesekali dia membaca arikel-artikel tentang astronomi. Salah satu artikel itu menyatakan bahwa tanggal 14 September akan ada hujan meteor dan kemungkinan bisa terlihat di Jepang.
           “Aku ingin melihatnya”, gumam Keisuke dalam hatinya.
          Hari itu berjalan begitu cepat. Keisuke yang sedang asyik bermain games pun melihat arlojinya. Dan diapun terkejut, sudah pukul tujuh malam. Jika dia tidak segera pulang pasti ibunya akan marah padanya. Dia pun mengambil tasnya lalu menuju meja kasir untuk membayar. Sesampainya di meja kasir, staff yang tadi melayaninya tidak ada lagi tapi dia sudah digantikan oleh seorang laki-laki yang diketahui bernama Koike, orang yang disukai oleh Tomoko.
           “Koike senpai, terima kasih sudah mengembalikan dompetku”, kata Keisuke.
           “Sama-sama”, kata orang yang bernama Koike itu.
           “Senpai sudah lama bekerja sambilan disini?”, tanya Keisuke berbasa-basi sambil membayar.
           “Sejak setahun yang lalu”, katanya sambil menyerahkan kembalian Keisuke.
           “Terima kasih”, kata Keisuke.
           “Terima kasih, silahkan datang kembali dan jangan lupakan dompetmu lagi”.
           Keisuke pun tersenyum dan segera meninggalkan internet café itu.

           Beberapa hari kemudian, Tomoko mengajak Keisuke ke internet café itu lagi. Tapi Keisuke menolaknya.
           “Keisuke, hari ini temani aku kesana lagi ya. Tolonglah”, bujuk Tomoko.
           “Maaf Tomoko hari ini aku tidak bisa”, kata Keisuke lalu dia meninggalkan kelasnya karena saat ini masih jam istirahat.
           Besok tanggal 15 September dan itu adalah hari ulang tahun Keisuke. Tahun lalu Keisuke masih bisa merayakan ulang tahunnya dengan keluarga yang harmonis. Apakah tahun ini hal seperti itu bisa dia rasakan lagi? Sejak awal tahun ini kedua orang tuanya selalu bertengkar dan kakak laki-lakinya pun meninggalkan rumah sejak beberpa bulan yang lalu karena tidak tahan melihat pertengkaran kedua orang tua mereka. Keisuke merasa keluarganya yang dulu harmonis kini sudah hancur. Dengan pikiran yang bercampur aduk Keisuke menaiki satu persatu anak tangga menuju atap sekolahnya. Dia membuka pintu yang ada diujung tangga itu dan seketika hembusan angin musim gugur yang sejuk menerpa wajahnya. Memilukan, itulah yang dirasakan Keisuke ketika angin itu berhembus kearahnya.
           Perlahan Keisuke melangkahkan kakinya diatas gedung empat lantai itu. Keisuke menoleh ke sebelah kirinya dan dia menyadari bukan hanya dia satu-satunya yang ada disana. Ada seorang murid  laki-laki yang sedang membaca buku dengan tenangnya disana. Saat murid laki-laki itu menyadari kehadiran Keisuke, dia menoleh kearah Keisuke dan ternyata dia adalah seseorang yang bernana Koike. Koike pun tersenyum pada Keisuke. Entah kenapa senyuman Koike membuat Keisuke merasakan sesuatu yang berbeda terjadi dalam dirinya.
           “Koike senpai…..”, terdengar suara berbisik Keisuke saat memanggil nama orang itu.
           “Oi, Yamada. Apa yang kau lakukan disana?”, tanya Koike itu.
           “Hmmm…. Menenangkan diri”, jawab Keisuke. “Senpai sendiri sedang apa disini?”, Keisuke balik bertanya.
           “Mengisi waktu luang”, jawab Koike tenang.
           “Yamada, nanti kamu akan ke tempat kerjaku lagi?”, tanya Koike.
           “Sepertinya tidak senpai. Memangnya kenapa?”
           “Tidak. Aku hanya bertanya. Sudah seminggu terakhir ini kamu selalu datang kesana”, kata Koike.
           “Eh? Sudah seminggu ya?”, kata Keisuke yang tidak menyadarinya.
           “Kebetulan hari ini aku libur kerja dan rencananya aku mau ke toko buku sore ini. Kamu mau ikut?”, tanya Koike pada Keisuke.
           Keisuke kaget mendengar bahwa orang yang bernama Koike itu mengajaknya pergi bersama ke toko buku. Apa yang terjadi sesungguhnya? Keisuke merasa senang saat Koike mengajaknya pergi dan sesungguhnya dia sangat ingin pergi. Tapi, akhirnya Keisuke menolaknya.
           “Maaf Koike senpai, hari ini aku sudah ada acara”, kata Keisuke berbohong.
           “Sayang sekali ya”, kata Koike itu sambil tersenyum. “Kamu ada acara dengan pacarmu ya?”, kata Koike sambil tersenyum jahil.
           “Aku tidak punya pacar”, kata Keisuke dengan muka yang memerah.
           “Aku hanya bercanda”, kata Koike sambil berjalan kearah Keisuke.
           “Aku tahu kamu tidak punya pacar, Keisuke”, kata Koike berbisik ditelinga Keisuke dan segera saja ucapan Koike itu membuat Keisuke tidak bisa menggerakkan tubuhnya.
           “Ada apa denganku? Kenapa aku menjadi seperti ini? Kenapa aku senang saat Koike senpai memanggil namaku?”, batin Keisuke.
           “Ah, iya. Jangan panggil aku Koike senpai lagi, panggil aku Ryu”, kata Koike itu sambil berjalan ke arah pintu keluar tempat itu.
           Keisuke menoleh kearah pintu itu dan perlahan sosok Koike Ryuta menghilang dari pandangan matanya. Hembusan angin menerpa tubuh Keisuke yang masih berdiri dan terdiam. Keisuke masih tidak mengerti apa yang baru saja terjadi.
           “Ryu….”
           “Kenapa dia menyuruhku memanggilnya Ryu? Aku kan tidak akrab dengannya. Aku juga tidak berteman dengannya.”, batin Keisuke.
          Dibalik semua keanehan yang terjadi hari itu, dari lubuk hatinya Keisuke merasa sangat senang. Dia ingin segera bertemu dengan sesosok murid kelas 3-1 SMA Seinen, Koike Ryuta. Karena kejadian tadi Keisuke merasa Ryuta orang yang menarik dan penuh misteri. Itulah yang membuat Keisuke ingin bisa mengobrol lebih banyak lagi dengannya. Seharian ini yang dipikirkan Keisuke hanyalah Ryuta dan Keisuke pun lupa kalau besok adalah ulang tahunnya.
           “Aku pulang”, kata Keichan saat membuka pintu rumahnya tapi tak seorangpun menjawab salamnya.
           Keisuke melepaskan sepatunya dan meletakkannya di rak sepatu yang ada di dekat pintu masuk. Kamar Keisuke dan kedua kakaknya ada dilantai dua rumah itu. Untuk menuju kamarnya, Keisuke berjalan melewati ruang tamu dan kamar orang tuanya yang ada dilantai dasar sebelum dia mencapai tangga menuju ke kamarnya di lantai dua. Saat melewati ruang tamu dia melihat ibunya yang sepertinya sedang mengecek pengeluaran rumah tangga karena dimeja didepannya ada kertas-kertas nota, pulpen, kalkulator dan sebuah buku tulis.
           “Ibu, aku pulang”, kata Keisuke
           “Ah, Kei chan sudah pulang ya. Kamu sudah makan? Ibu masak Kare kesukaan Kei-chan”, kata ibunya.
           “Terima kasih bu. Aku mau ganti baju dulu”, kata Keisuke.
           Keisuke bergegas menuju kamarnya. Dia meletakkan tasnya diatas meja belajarnya lalu merebahkan dirinya yang masih menggunakan seragam sekolah ke tempat tidurnya. Sambil menatap langit-langit kamarnya Keisuke teringat kembali akan ketidakharmonisan keluarganya. Memikirkan hal itu membuat Keisuke sakit kepala. Dia pun meminum obat sakit kepala dan tidak lama kemudian Keisuke pun tertidur karena efek obat tersebut.
           “Keisuke, maafkan kami. Kami harus berpisah. Kami sudah tidak sejalan lagi”, kata Ayahnya didepan Keisuke, ibunya dan kakak perempuannya.
           “Apa? Kalian ingin bercerai?”, tanya Keisuke pada kedua orang tuanya.
           “Iya. Ibu sudah tidak tahan pada Ayahmu yang selalu marah-marah pada Ibu”, kata ibunya.
           “Tidak. Aku tidak ingin kalian berpisah”, kata Keisuke sambil menitikkan air mata.
           “Maaf Keisuke. Kami tidak bisa bersama lagi. Sekarang kamu harus memilih akan ikut ibu atau ikut ayahmu?”, tanya ibunya.
           “Tidak….”, teriak Keisuke.
           Keisuke pun terbangun dari tidurnya. Ternyata kejadian tadi hanya mimpi buruk. Dia berharap kejadian dalam mimpinya tadi tidak akan pernah terjadi. Keisuke duduk di tepi tempat tidurnya sambil menarik nafas panjang. Setelah sedikit tenang Keisuke pun pergi mandi.
          Setelah mandi dan berganti baju Keisuke bermaksud untuk makan karena perutnya sudah lapar. Namun ditengah perjalanan menuju ke dapur, Keisuke mendengar ayah dan ibunya sedang membicarakan sesuatu.
           “Ini. Silahkan kamu tanda tangani”, kata ayahnya pada ibunya sambil menyodorkan selembar kertas.
           “Bagaimana cara kita memberitahu anak-anak tentang hal ini?”, tanya ibunya pada ayahnya.
           “Biar aku yang bicara pada mereka”, kata ayahnya.
           Keisuke yang mendengar pembicaraan mereka pun membuka pintu ruang tamu dan menghampiri kedua orang tuanya.
           “Apa yang ingin ayah dan ibu beritahu pada kami?”, tanya Keisuke.
           Kedua orang tua Keisuke saling memandang satu sama lain. Mereka kaget kenapa Keisuke ada disana. Apakah Keisuke mendengar semua pembicaraan mereka. Kedua orang tuanya terdiam. Lalu Keisuke mengambil kertas yang tadi diserahkan ayahnya pada ibunya. Ternyata itu adalah surat cerai. Keisuke sangat marah lalu melempar kertas itu dan dia pergi meninggalkan orang tuanya.
           “Keisuke….. Tunggu…. Keisuke……”, kata ibunya.
           Keisuke tidak mempedulikan panggilan dari ibunya. Dia mengambil sepatunya dan segera keluar dari rumah. Keisuke tidak punya tujuan. Dia hanya ingin pergi dari rumah itu. Dia tidak ingin mimpinya tadi menjadi kenyataan. Keisuke hanya mengikuti kemana kakinya membawanya. Dia terus berlari hingga langkahnya terhenti di tepi sungai yang tak terlalu jauh dari rumahnya. Dia berjalan kearah sebuah pohon besar ditepi sungai itu. Disekelilingnya hanya terdapat padang rumput yang terhampar luas dan sebuah sungai yang tidak terlalu lebar.
           Dia merebahkan badannya diatas rerumputan dan memandangi langit malam yang bercahaya. Keisuke merasa kalau ditempat itu lebih terang dari biasanya. Ternyata yang membuat tempat itu lebih terang dari biasanya adalah sinar bulan. Dia memandangi keindahan langit malam dan dia teringat akan mimpinya dan kejadian yang baru saja dia alami. Air mata Keisuke pun tak dapat tertahan lagi.
           “Kenapa mereka harus bercerai?”, gumam Keisuke dalam hatinya.
           Tak terasa Keisuke sudah berada ditempat itu lebih dari dua jam dengan memikirkan tentang perceraian kedua orang tuanya yang membuatnya sakit hati. Air matanya yang tadinya sudah tidak menetes lagi kini kembali menetes setelah Keisuke teringat kalau besok adalah hari ulang tahunnya. Dia mengambil kerikil-kerikil kecil disekitarnya lalu melemparnya ke sungai itu untuk menunpahkan kekesalannya. Saat dia melempar batu terakhir yang digenggamnya, tiba-tiba ada seseorang dari kejauhan yang sepertinya berbicara padanya.
           “Oi, apa yang kamu lakukan disana? Kamu mau bunuh diri ya?”, kata suara laki-laki itu.
           Keisuke pun menoleh kearah datangnya suara itu lalu berkata, “Apa?”.
           “Kamu mau bunuh diri ya?”, kata suara itu dan suaranya terdengar lebih dekat dari sebelumnya.
           “Eh? Keisuke?”, kata suara itu lagi. Dan sekarang terdengar langkah kaki yang menuju kearah Keisuke.
           “Ternyata benar Keisuke”, kata suara itu lagi.
           Keisuke terkejut melihat siapa yang saat ini sudah ada didekatnya. Koike Ryuta. Keisuke segera mengusap air matanya. Jangan sampai Ryuta tahu kalau Keisuke sedang menangis disana.
           “Senpai…”, kata Keisuke dengan suara yang bergetar.
           “Senpai? Kan sudah kubilang jangan panggil aku senpai. Panggil Ryu saja”
           “Maaf aku tidak bisa. Senpai kan senpai disekolah. Jadi aku akan tetap memanggilmu senpai”
           “Baiklah kalau itu maumu”, kata Ryuta dan dia pun duduk disebelah Keisuke.
           Suasana hati Keisuke yang tadinya suram kini berubah menjadi canggung karena Ryuta ada didekatnya. Keisuke menjadi semakin gugup karena Ryuta tersenyum kepadanya.
           “Sen…pai… sedang apa disini?”, tanya Keisuke gugup.
           “Harusnya aku yang menanyakan hal itu padamu. Aku baru pulang dari toko buku dan tempat tinggalku tidak jauh dari sini”, Ryuta menjelaskan.
           “Oh….”, kata Keisuke.
           “Kamu sendiri sedang apa disini? Kamu tidak ingin bunuh diri kan? Aku tidak ingin kalau nantinya kamu menjadi hantu penunggu pohon ini”, kata Ryuta sambil meledek Keisuke.
           “Tidak. Aku hanya ingin menenangkan diri saja”, kata Keisuke.
           “Keisuke…..”, kata Ryuta sambil menatap mata Keisuke.
           Keisuke merasa pandangan mata Ryuta akan membuatnya mati dalam beberapa detik.
           “Senpai tolong jangan menatapku seperti itu”.
           “Maaf. Aku tidak bermaksud apa-apa. Kalau kamu ada masalah dan perlu teman untuk menceritakan masalahmu, kamu bisa menceritakannya padaku”
           “Aku tidak punya masalah apapun. Jadi senpai tidak usah khawatir”.
           “Baiklah kalau begitu”.
           Mereka pun terdiam beberapa saat sambil memandangi langit malam yang berhiaskan sinar bulan dan bintang yang indah.
           “Keisuke, malam ini katanya aka nada hujan meteor dan kemungkinan kita bisa melihatnya dari sini”, kata Ryuta memecahkan keheningan.
           Keisuke pun teringat akan artikel yang dibacanya di internet beberapa hari yang lalu. Hari ini tanggal 14 September.
           “Aku juga membacanya di internet beberapa hari yang lalu”, kata Keisuke.
           “Oh begitu. Mari kita tunggu. Apakah kita orang yang beruntung yang bisa melihatnya”, kata Ryuta.
           “Senpai, sekarang jam berapa?”, tanya Keisuke.
           Ryuta melihat arlojinya lalu menjawab, “Jam 11:58”.
           “Sebentar lagi jam dua belas malam. Apakah keluargaku masih ingat dengan ulang tahunku?”, gumam Keisuke dalam hati.
           “Keisuke, selamat ulang tahun”, kata Ryuta tiba-tiba.
           “Eh”, kata Keisuke kaget dan segera memalingkan wajahnya kearah Ryuta begitu mendengar Ryuta mengucapkan selamat ulang tahun padanya.
           Namun, sebelum Keisuke sempat mengucapkan apapun, bibir Ryuta sudah menempel pada bibir Keisuke. Ryuta mencium Keisuke dihari ulang tahunnya.

          ************************************************************


Yoshi's Note:

Gomenasai...
Saking sibuknya Yoshi sampai lupa dengan proyek-proyek yang tertinggal....

Selamat menikmati bagian ini.....

Dewa, mata ne....