Senin, 25 April 2011

NII CHAN, ARIGATOU chapter 1


cerita ini hanya fiktif, tapi cerita ini terinspirasi dari seseorang yang ada di dunia nyata.
ini cerita pertama yang berhasil saya tulis, jadi masih banyak kekurangannya.
Selamat Membaca.......

Tumpukan salju sudah tak terlihat sejauh mata memandang. Udara pun terasa lebih hangat di banding seminggu yang lalu. Kuncup sakura pun mulai muncul pertanda musim semi di Aomori telah tiba. Keceriaan musim semi mulai menyelimuti kota. Namun tidak demikian dengan keluarga Aoki. Saat ini mereka sedang berada di sebuah tempat di pinggiran kota Aomori, tempat seseorang beristirahat untuk selamanya. Pemakaman.
            Setelah upacara pemakaman berakhir, satu per satu pelayat mulai meninggalkan mereka. Kini yang tersisa hanya empat orang. Seorang anak laki-laki  yang sedang memeluk adik perempuannya yang terus saja menagis di depan makam ibu mereka. Dan yang dua orang lagi suami istri Aoki yang merupakan paman dan bibi kedua anak itu.
            “Ayo kita pulang. Ibu kalian sudah beristirahat dengan tenang disini. Dia pasti tidak ingin kalian menangisinya”, kata pamannya.
            “Paman pulang duluan saja. Kami masih ingin disini bersama ibu”, jawab sang kakak.
            “Baiklah kalau itu mau kalian”
            Suami istri itu pun pergi meniggalkan keponakan mereka di pemakaman itu. Sementara itu sang adik masih terus menangis.
            “Yuya-chan, jangan menangis lagi. Nanti ibu marah lo padamu”, bujuk sang kakak.
            Namun sang adik tetap saja tak berhenti menangis.
            “Nii chan, kenapa ibu pergi? Kenapa Ibu meninggalkan kita? Apa ibu sudah tidak sayang lagi pada kita?”, ucap sang adik dengan suara yang sedikit tidak jelas.
            “Ibu tentu saja sayang pada kita. Suatu saat nanti kamu akan mengerti”, jawab kakaknya.
            Sang adik memeluk kakaknya lebih erat. Sang kakak pun membalas pelukannya sambil berjanji dalam hati akan menjaga adiknya sepeniggal orang tua mereka. Dia bergumam dalam hati tak ada seorang pun yang boleh memisahkan dia dengan adiknya.
            “Ayo kita pulang Yuya-chan”, ajak kakaknya.
            Adiknya mencium nisan ibu mereka sebelum pergi dari pemakaman itu. Dia pun berjanji pada ibunya untuk menjadi anak yang baik dan tidak akan menyusahkan kakaknya. Kakaknya terlihat lebih tegar karena dia sudah kehilangan dua orang yand dia sayangi sebelumnya, ayahnya dan seseorang yang sangat disayanginya.
            Kakak beradik itu pun pergi meninggalkan pemakaman itu. Dalam perjalanan pulang, adiknya nyaris saja diserempet sebuah mobil berwarna putih. Mobil itu melaju sekencang-kencangnya lari dari kakak beradik itu. Dari luar terlihat seorang anak laki-laki seumuran Yuya duduk di bangku belakang sambil memandang kearah mereaka berdua.
            “Yuya-chan, kamu baik-baik saja?”
            “Aku tidak apa-apa kak. Kakak tidak usah khawatir”
            “Syukurlah kalau begitu. Aku tidak akan memaafkan orang itu. Awas saja kalau ketemu lagi”, ancam sang kakak.
            “Sudahlah kak, kita pulang saja”, ajak adiknya
            Sementara di dalam mobil itu,
            “Murakami, apa yang kamu lakukan tadi? Harusnya kamu meminta maaf pada mereka!”, kata anak yang duduk di bangku belakang itu dengan nada yang sedikit tinggi.
            “Maafkan saya Tuan Muda. Kita harus buru-buru ke bandara menjemput orang tua Tuan Muda”, jawab supirnya.
            “Huh…. Semoga saja gadis kecil itu tidak apa-apa.”
            Dalam perjalanan yang ada dalam pikiran tuan muda itu hanya gadis kecil yang diserempet oleh supirnya itu. Dia berjanji pada dirinya jika bertemu lagi dengan gadis itu dia akan meminta maaf atas kesalahan supir bodohnya itu.

*******************
            Akhirnya kakak beradik itu sampai juga di rumah sederhana mereka yang sekarang hanya mereka berdua yang menempatinya. Terasa sunyi.
            “Kamu mau makan Yuya?”, Tanya kakaknya.
            “Aku tidak lapar kak. Nanti saja”
            “Baiklah kalau begitu”
            Kakaknya berjalan kearah tangga yang menuju kamarnya di lantai 2. Sementara adiknya duduk di kursi di ruang makan yang menyatu dengan dapur di rumah itu. Memandangi kearah dapur tempat ibunya biasa memasakkan makanan kesukaannya. Pikirannya kembali ke masa lalu, beberapa bulan yang lalu, sebelum kondisi kesehatan ibu mereka memburuk. Pada suatu sore,
“Yuya chan kamu mau ibu buatkan makan malam apa hari ini?”
“Aku mau ebi tenpura”
“Baiklah akan ibu buatkan. Yuya chan pergi main sama kakak dulu ya”
“Tidak mau. Aku mau melihat ibu memasak saja. Jika sudah besar aku ingin menjadi seperti ibu”
“Yuya chan,-ibunya tersenyum-ayo kemari”
Ibunya memeluk Yuya. Hangat.
`           Yuya kembali ditarik kedunia nyata. Saat ini juga dia sedang merasakan kehangatan pelukan. Tapi bukan pelukan ibunya, melainkan pelukan kakaknya. Yuya pun kembali menagis.
            “Menangislah jika itu bisa membuatmu lebih baik. Setelah ini Yuya chan tidak boleh menangis lagi ya. Yuya adik kakak yang kuat”
           Gadis kecil itu hanya menjawab dengan sebuah anggukan. Dia berjanji pada ibu dan kakaknya dia akan tegar. Rumah itu terasa sunyi. Yang terdengar hanya tangisan Yuya yang sesekali sesenggukan dalam pelukan kakaknya.
***********
                        Pagi yang cerah di Aomori dengan kehangatan khas musim semi. Bunga sakura yang tumbuh di halaman rumah mereka mulai mekar satu per satu. Sungguh indah.
Lima hari telah berlalu setelah pemakaman itu. Keadaan belum membaik sepenuhnya. Yuya masih sering melamun sendiri mengingat kehilangan yang telah dia dan kakaknya alami. Kehilangan ibu mereka untuk selamanya.
Yuta sedang memasak omelet di dapur untuk dia dan adiknya pagi itu ketika Yuya masuk dapur dan duduk di depan meja makan sambil mengamati kakaknya.
“Yuya chan, ayo makan dulu, setelah makan ada yang ingin kakak bicarakan”, kata kakanya sambil meletakkan omelet untuk Yuya di atas meja makan.
“un, nii chan”
itadakimasu
Mereka menikmati makan pagi dalam keheningan selama sekitar 30 menit. Keheningan itu akhirnya terpecahkan oleh suara Yuya yang sudah menyelesaikan makannya.
gochisousama deshita. Nii chan mau bicara tentang apa?”
“Nii chan sudah putuskan kita akan pindah dari kota ini. Nii chan tidak bisa melihat Yuya chan sedih terus. Nii chan juga sudah bicarakan ini dengan paman dan bibi”, jelas Yuta.
“Baiklah. Kalau itu memang sudah keputusan Nii chan. Yuya menuruut saja. Asalkan sama Nii chan, Yuya sudah senang”, kata Yuya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Yuta memeluk adiknya sebelum Yuya mulai menangis. Pelukan hangat kakaknya selalu bisa membuat Yuya tenang dan merasa lebih baik.
“Eh, Nii chan, kapan kita akan pindah? Trus kita mau pindah kemana?”, tanya Yuya sambil melepas pelukan kakaknya.
“Hmmmmm, kemana ya? Nii chan juga tidak tahu”, jawab kakaknya.
“Heh? Nii chan ini gimana sih? Gak tahu mau pindah kemana tapi ngajakin Yuya pindah. Nii chan memang aneh”, sindir adiknya
“Aneh-aneh begini, aku tetap Nii chan mu yang paling baik”, kata Yuta dengan sennyum jahil.
“Kita akan pindah ke Okayama”, lanjut kakaknya. “Yuya chan siap-siap ya. Dua hari lagi kita akan pindah. Paman dan bibi sudah mengatur semua untuk kita”.
Un, wakatta”
*********

            Sore hari yang indah. Hembusan angin menerpa wajah Yuta. Hari ini dia dan adiknya akan meninggalkan Aomori. Entah untuk berapa lama. Mungkin sebentar atau mungkin dia tidak akan pernah kembali ke kota itu untuk selamanya.
            “Sore yang indah ya Yuya”, kata Yuta pada adiknya yang sangat dia sayangi itu.
            “Iya kak. Entah kapan Yuya bisa kembali lagi ke kota ini”, jawab adiknya sambil memandangi kearah rumah yang akan mereka tinggalkan sebentar lagi.
            “Sudah saatnya pergi. Ayo Yuya chan”
            “Selamat tinggal Ayah, Ibu dan semua kenangan indah. Yuya dan Nii chan mau pergi dulu. Yuya dan Nii chan sayang kalian. Jagalah kami dari surga.”
            Mata Yuta berkaca-kaca mendengar ucapan adiknya. Tapi sebelum air matanya mengalir dia segera mengajak adiknya berangkat. Meninggalkan Aomori dan rasa kehilangan untuk menyambut masa depan mereka yang masih panjang.
            Mereka berdua menaiki bis yang akan membawa mereka ke stasiun. Mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menikmati saat terekhir mereka di Aomori. Pemandangan khas Aomori tak akan mereka nikmati lagi untuk jangka waktu yang mungkin akan lama.
            Setelah sampai di stasiun, mereka menunggu selama 15 menit hingga akhirnya Shinkansen yang akan membawa mereka ke Okayama tiba.
            “Yosh, saatnya pergi. Ayo Yuya chan”
            “un,selamat tinggal Aomori”
            Pintu kereta pun tertutup dan perlahan kereta super cepat itu mulai bergerak meniggalkan kota Aomori. Yuta mengajak Yuuya mencari tempat duduk. Akhirnya mereka menemukan tempat duduk kosong. Yuta duduk dekat jendela dan Yuya duduk di sebelah kakaknya.
            “huaaaahmmmm”
            “Yuya chan, kamu ngantuk? Sini sandarkan kepalamu ke bahu kakak. Pasti rasanya nyaman”
            Yuya menurut saja kata kakanya karena dia merasa sangat mengantuk dan dia pun tertidur. Sementara Yuta terhanyut dalam lamunannya. Kembali ke masa lalu saat senyun manis adiknya masih bisa dia lihat sebelum kematian ibu mereka. Yuta sangat merindukan senyum dan tawa ceria adiknya itu. Yuta bertekad akan mengembalikan keceriaan adiknya. Yuta kembali tertarik ke dunia nyata karena gerakan kecil Yuya saat dia tertidur. Yuta hanya tersenyum memperhatikan adiknya. Dan kemudian dia terbawa kembali dalam lamunannya. Tapi kali ini dia berkhayal tentang masa depan. Kehidupan yang nyaman, keceriaan Yuya, kesuksesannya meraih cita-citanya dan hal-hal indah lainnya yang sukses membuat Yuta tersenyum sendiri.
            Karena asyik dengan lamunannya Yuta pun melewatkan pemandangan indah yang tampak dari jendela kereta. Hamparan persawahan dan perbukitan kecil yang berjajar.
            Perjalanan mereka pun tak terasa mengingat kecepatan Shinkansen yang mencapai 300km/jam. Akhirnya mereka tiba di Stasiun Okayama. Dan Yuta tertarik kembali ke dunia nyata untuk kedua kalinya setelah mendengar pengumuman mereka sudah sampai di stasiun Okayama.
            “Yuya chan, ayo bangun. Kita sudah sampai.”, kata Yuta membangunkan adiknya yng selama perjalanan tidur di bahunya.
            “ah, sudah sampai ya Nii chan? Kok cepat ya? Yuya masih mengantuk ni”, kata Yuya sambil menguap.
            Yuta hanya tersenyum melihat tingkah adiknya.
            Setelah mengambil barang bawaannya, mereka pun turun dari kereta. Stasiun Okayama terlihat bersih dan asri.
            “Nii chan sekarang kita kemana?”
            “Kemana ya? Kita jalan-jalan aja dulu. Nii chan ingin ke Korakoen. Katanya Korakoen taman yang sangat indah.”
            “Huft, tapi Yuya lelah Nii chan. Kan gak asyik kalau menikmati keindahan korakoen dengan mata mengatuk. Hehehehe..”
            “Kalau adik Nii chan bilang begitu, shikata ga nai. Kita pulang ke rumah baru kita aja.”
            “heh? Nii chan sudah dapat rumah untuk kita? Wah, Nii chan hebat.”
            “Tunggu sebentar, alamatnya dimana ya? Tadi Nii chan taruh di kantong. Kenapa sekarang tidak ada ya?”, ucap Yuta sambil mencari-cari selembar kertas di kantong celana panjangnya.
            “Ah, Nii chan, cari yang benar.”
            “Ah iya, tadi Nii chan pindahkan ke dalam tas. Hehehe…. Maaf, ya Yuya chan. Penyakit lupa Nii chan lagi kumat.”
            “Nii chan jelek”, kata Yuya.
            Setelah menemukan kertas yang bertuliskan alamat rumah baru mereka, kakak beradik itu pun meninggalkan stasiun Okayama.
            Ternyata rumah baru mereka tidak jauh dari stasiun Okayama. Hanya perlu waktu 30 menit denngan berjalan kaki. Dan akhirnya mereka menemukan rumah baru mereka.
            “Nah ini dia rumah baru kita. Nomor 98. Bagaimana Yuya chan?”
            “Hmmmm…. Lumayan Nii chan.”
            “Hanya lumayan? Ah Yuya chan tega nih. Padahal paman sudah susah payah mencarikan rumah ini untuk kita”, jawab Yuta
            “Iya, iya, bagus kok Nii chan”, kata Yuya masih mengamati rumah baru mereka.
            Sebuah rumah kecil berlantai dua dengan cat tembok berwarna hijau dengan atap berwarna coklat. Pagarnya terbuat dari kayu tanpa di cat. Disebelah kiri pagar itu tertempel sebuah papan nama kecil bertuliskan nama keluarga mereka, Aoki. Di kiri depan rumah itu ada garasi yang cukup untuk memarkir sebuah mobil. Namun tak ada mobil yang terparkir di garasi tersebut. Pagar rumah dan pintu depan di hubungkan dengan beberapa anak tangga dan disebelah kiri dan kanannya ditumbuhi beberapa jenis bunga dan pepohonan yang tertata rapi. Indah.
            “Ayo Yuya chan kita masuk”
            “Un….”
            Yuta menaiki satu per satu anak tangga itu, tapi Yuya menaiki dua anak tangga sekaligus karena sudah tidak sabar melihat kamar barunya.
            Saat membuka pintu, yang pertama kali terlihat ruang tamu dengan cat berwarna hijau senada dengan warna cat dinding luar rumah itu. Yang ada di ruangan itu hanya satu set meja dan kursi untuk tamu yang terbuat dari kayu dan sebuah televisi yang di letakkan menempel dengan tembok dan sebuah telepon yang di letakkan di atas meja tak jauh dari televisi. Ruang tamu tersebut bisa di bilang menyatu dengan dapur karena hanya dipisahkan oleh meja makan.
            Baru saja Yuya duduk di atas kursi, telepon pun berdering.
            Kriiig….kriing…
            “Biar Yuya yang angkat kak”, kata Yuya segera manganngkat gagang teleponnya.
            “Moshi moshi. Aoki desu.” kata Yuya member salam.
            “Yuya chan, syukurlah kalian sudah sampai dengan selamat”, jawab suara dari seberang.
            “Ah, obachan. Yuya dan Nii chan baik-baik saja. Obachan dan Ojichan tenaeng saja. Terima kasih sudah mencarikan tempat tinggal untuk kami.”
            “Iya, kalian kan keponakan kami yang tersayang. Ya sudah kalian istirahat saja dulu. Beres-beresnya besok saja.” salam buat Yuta.
            “Baiklah. Yuya dan Nii chan pasti kangen pada kalian. Bye bye obachan”
            Yuya menutup teleponnya. Kemudian terdengar suara kakaknya dari arah dapur menayakan siapa yang menelepon.
            “Siapa Yuya chan?”
            “Obachan. Katanya dia senang kita sudah sampai dengan selamat”
            “Oh… mereka masih saja kelewat khawatir pada kita”
            “Itu tandanya mereka sayang pada kita. Ah, Yuya lelah. Kamar Yuya dimana Nii chan?”
            “Ah iya.. Kamar adik Nii chan yang manis ada di lantai dua. Disana ada dua kamar. Terserah Yuya mau pilih yang mana. Yuya lihat sendiri ya. Nii chan mau beres-beres disini dulu.” kata kakaknya masih membereskan barang-barang di dapur.
            “Hai…”
            Yuya menaiki satu per satu anak tangga dan segera sampai di lantai dua. Yuya lebih memilih kamar yang berada di ujung lorong. Yuya memasuki kamar barunya.
            “Wah……”
            Kamar itu dihiasai wallpaper berwarna biru muda denngan motif bunga sakura berwarna pink. Di sudut ruangan terdapat sebuah tempat tidur berukuran kecil yang cukup untuk satu orang dengan bed cover berwarna hijau muda dengan motif momiji. Di sisi lainnya terdapat sebuah meja belajar yang masih kosong. Sementara di sudut lainnya terdapat sebuah lemari pakaian dengan sebuah cermin setinggi Yuya terpajang di sebelah lemari itu.
            “Sepertinya aku akan betah tinggal disini”, kata Yuya sambil merebahkan badannya di atas tempat tidur. Dalam beberapa menit saja Yuya sudah tertidur.
            Yuta masuk ke kamar Yuya untuk melihat adiknya. Dan ternyata adik kesayangannya sudah tertidur pulas. Yuta memperbaiki posisi tidur adiknya kemudian menyelimuti adiknya.
            “Oyasumi, Yuya chan”, kata Yuta sambil mencium kening adiknya.
            Ternyata Yuta pun merasa lelah karena perjalanan tadi. Dia pun meninggalkan kamar Yuya dan masuk ke kamarnya yang berada tepat disebelah kamar Yuya dan segera menutupnya setelah dia memasuki kamarnya.
            Esok mereka akan memulai kehidupan baru di kota yang baru.

*to be continued......


Yoshi's note:
maaf jika banyak kesalahan dalam cerita ini. untuk yang sudah mau membaca mohon kritik dan sarannya... silahkan komentar...
            Arigatou gozaimasu.....

6 komentar:

  1. cerita yg mengharukan....
    kkak tunggu kelanjutan kisahnya......

    BalasHapus
  2. Jiah.... Nee chan, saran donk... wkwkwk
    msh amatiran ni
    mana nie editor saya... wkwkwkwk

    BalasHapus
  3. Saya muncul!! wkwkwkwk....
    aduh aduh, aku kok jadi gemes sama si yuya ya?*ngebayangin niichan*ku* waktu masih kecil....*

    Bagus pyang.... Pendeskripsian tempatnya bagus. aku aja sampe sekarang masih susah menggambarkan suatu tempat pake kata-kata....

    BalasHapus
  4. saran apaan,,cerita ma deskripsina ud baguz,,kkak bisa ngebayangin tmpt yg ada diceritana n suasanana jg ud tergambar semua..........
    klo kkak tw endingna ru bisa kasi komentar....

    BalasHapus
  5. huaaa.... terharu....
    @ editor hanagawa *terasa gimana gitu ngetiknya*
    masih panjang nie.... bantuin koreksi ya...

    @ michiko nee, endingnya udah ketebak ma bus suk tuh... Huft, dia bisa membaca pikiran....jadi waspadalah....

    BalasHapus
  6. Oke, ntar koreksi juga fanfic-ku.....
    kasih saran juga buat judulnya....

    BalasHapus