Senin, 20 Februari 2012

[Tema 8 ]Semua Baik-Baik Saja

            Langit malam bertaburan bintang dan bulan sabit yang tampak cantik malam ini menemani Arika yang sedang duduk di teras. Malam ini malam minggu tapi Arika tidak pergi kemanapun seperti layaknya remaja seusianya, dia memilih untuk mengerjakan tugas kuliahnya yang cukup banyak.
“Tugas minggu ini banyak sekali”, keluh Arika.
Walaupun sedikit mengeluh tapi Arika tetap berusaha mengerjakan semuanya sebaik mungkin.
Arika adalah seorang anak yatim piatu yang tinggal di sebuah panti asuhan sederhana di pinggir kota bersama beberapa orang lainnya yang bernasib sama sepertinya. Arika sudah tinggal disana selama sembilan belas tahun, tepatnya sejak Bu Sri pemilik panti asuhan itu dititipi Arika oleh seorang bidan yang membantu proses kelahiran Arika. Ibunya meninggal saat melahirkan Arika, sedangkan ayahnya dan keluarganya yang lain tidak pernah dia ketahui keberadaannya. Tapi, walaupun Arika seorang yatim piatu, dia selalu berusaha menikmati hidupnya. Karena dia berprinsip hidup hanya sekali dan dia harus memanfaafkannya sebaik mungkin walaupun dalam keadaan yang terbatas.
            Sekarang Arika duduk di semester empat jurusan Bahasa Indonesia di salah satu universitas swasta di kota itu. Dia pun seringkali merasa kalau dia bermimpi bisa sampai di bangku kuliah. Semua itu tidak dia dapatkan begitu saja, namun dengan penuh perjuangan. Pagi hari, Arika membantu Bu Sri untuk mengurus adik-adiknya yang ada di panti itu, mulai dari menyiapkan sarapan sampai membantu menyiapkan perlengkapan sekolah mereka. Setelah adik-adiknya berangkat ke sekolah, Arika pun bersiap-siap berangkat bekerja. Dia bekerja di sebuah Laundry yang tidak jauh dari panti asuhan tempat tinggalnya, dan di malam hari Arika kuliah. Setiap harinya semua itu dia lakukan dengan penuh semangat dan senyuman tanpa banyak mengeluh.
            “Arika, ayo masuk. Diluar dingin”, terdengar suara Bu Sri memanggilnya.
            “Iya Bu. Sedikit lagi tugas Arika selesai.
            Tak lama kemudian Bu Sri datang dan membawa secangkir teh hangat untuk Arika.
            “Ini, minum dulu”.
            “Terima kasih Bu”.
            “Ibu senang sekali di panti asuhan ini ada anak seperti kamu. Sebelum kamu datang kesini, panti ini rasanya sepi sekali. Tapi sejak kamu tinggal disini, panti asuhan ini jadi penuh warna”, kata Bu Sri.
            “Ah, Ibu ini bisa saja. Arika kan jadi besar kepala”, kata Arika.
            “Hahaha”, Bu Sri tertawa kecil.
            “Ibu ingat, setiap ada pasangan suami istri yang datang untuk mengadopsi kamu, kamu selalu saja menangis dan bilang tidak ingin pergi dari sini. Itu membuat ibu jadi semakin tidak tega untuk memberikan kamu untuk diadopsi”, tambah Bu Sri lagi.
            “Arika senang tinggal disini. Rumah Arika ya disini. Bersama Ibu dan adik-adik yang lain”, kata Arika tersenyum.
            “Senyummu itu selalu bisa membuat hati ibu menjadi tenang. Cepat selesaikan tugas kuliahmu, lalu cepat tidur. Ibu masuk kedalam dulu”, kata Bu Sri.
            “Siap Bu”.
            Arika kembali terbenam dalam keasyikannya mengerjakan tugasnya hingga akhirnya semua tugasnya pun selesai.
****
            “Ibu, Arika berangkat kuliah dulu”, kata Arika.
            “Hati-hati dijalan”, pesan Bu Sri.
            Hari ini Arika ada tes kecil dikampusnya. Karena Arika selalu belajar setiap harinya jadi dia merasa tenang-tenang saja berangkat ke kampusnya hari ini.
            “Kuliah hari ini sampai disini saja. Selamat malam”.
            Mata kuliah jam pertama dan tes kecil untuk hari ini sudah berakhir dan masih ada waktu lima belas menit sebelum mata kuliah selanjutnya dimulai.
            “Ri, kamu pasti bisa jawab semua soal tadi ya?”, kata Erin sahabat Arika.
            “Aku jawab semampuku saja”, kata Arika.
            “Jawaban ‘semampu’mu pasti benar semua. Aku yakin. Secara kamu selalu menjadi bintang dan orang terpintar di angkatan kita”, kata Diah, sahabat Arika yang satunya lagi.
            “Kalian jangan memujiku seperti itu. Aku kan jadi malu”, kata Arika.
            “Ngomong-ngomong, kamu sudah menjawab pernyataan cinta dari Arya?”, tanya Erin.
            “Belum. Aku gak tahu harus jawab apa”, kata Arika.
            “Heh?”
            “Dasar anak bodoh”, kata Erin.
            “Tadi katanya aku pintar, tapi kenapa sekarang kamu bilang aku bodoh?”, tanya Arika.
            “Astaga anak ini”, kata Erin.
            “Kalau kamu juga suka sama Arya, kamu jawab saja iya. Tapi kalau kamu gak suka, ya sudah bilang saja kamu gak ada perasaan apapun pada Arya. Beres kan?”, kata Diah.
            Arika mencerna kata-kata kedua sahabatnya itu. Arika memang menyukai Arya dan Bu Sri juga tidak melarang Arika untuk pacaran. Jadi kalau Arika menerima cinta Arya, tidak akan jadi masalah.
            “Kamu jangan menyia-nyiakan Arya. Dia itu orang yang baik. Aku sudah kenal dia sejak SMA”, kata Erin lagi.
            Saat mereka bertiga sedang mengobrol, Arya, orang yang sedang mereka bicarakan menghampiri mereka.
            “Arika, aku ingin bicara sama kamu pulang kuliah nanti. Bisa?”, tanya Arya.
            “Iya. Bisa”, jawab Arika.
            “Sampai nanti”, kata Arya tersenyum pada Arika dan meninggalkan mereka bertiga.
            Mata kuliah jam kedua pun akhirnya berakhir juga. Kuliah hari ini selesai sudah walaupun lagi-lagi harus pulang dengan tugas yang banyak.
            “Arika, kami duluan ya”, kata Erin.
            “Good luck dan jangan korbankan cintamu”, tambah Diah.
            Arika hanya mengangguk. Sepertinya dia sulit untuk berbicara. Dan akhirnya tinggal Arika dan Arya yang ada dikelas itu.
            “Aku antar pulang ke panti ya. Kita bicaranya sambil jalan saja. Biar kamu gak kemalaman pulangnya”, kata Arya dan Arika menanggapinya dengan sebuah anggukkan kepala.
            “Aku suka sama Arika. Perasaan Arika padaku bagaimana?”, tanya Arya dengan sedikit terbata.
            “Eh?”, kata Arika sedikit kaget.
           “Kalau kamu tidak suka sama aku juga gak apa-apa kok. Kamu jawab yang jujur saja”, kata Arya lagi.
            “Apa yang membuat kamu suka sama aku yang gak punya apa-apa ini?”, tanya Arika.
            “Senyummu, semangat dalam dirimu, dan kebaikan hatimu. Senyuman dan sikap riangmu itu mengatakan seolah-olah semua akan baik-baik saja walaupun dengan semua keterbatasanmu”, kata Arya.
            “Apa aku sebaik itu ya?”, tanya Arika.
            Arya mengangguk sambil tersenyum dan wajahnya sepertinya terasa panas setelah mengatakan kata-kata itu.
            Sesaat hening sejenak. Yang terdengar hanya langkah kaki mereka berdua dan hembusan angin malam perkotaan yang sedikit berdebu hingga akhirnya Arika mengatakan isi hatinya.
            “Aku juga suka sama Arya”
           Arya pun kaget mendengar pernyataan Arika yang tiba-tiba begitu, dan Arya merasa sangat senang.
            “Terima kasih. Mulai sekarang aku akan membuat Arika menjadi seseorang yang istimewa dalam kehidupanku”.
            Arika pun mengangguk sambil tersenyum senang dan mereka melanjutkan perjalanan pulang tanpa sepatah katapun karena mereka sama-sama tegang.
            “Aku akan membuat hidupku penuh warna. Dan aku yakin semua akan baik-baik saja. Apalagi sekarang ada seorang lagi yang istimewa dalam hidupku. Aku akan bersemangat dan pantang menyerah walaupun hidupku penuh keterbatasan. Aku akan membuat hidupku terasa lebih lama agar aku bisa berbuat lebih banyak kebaikan”, itulah yang ada di pikiran Arika saat ini.

2 komentar:

  1. wkwkwk.. judulnya hampir sama dengan punyaku! xD

    BalasHapus
  2. hahahaha.. lagi-lagi cerpenku gaje.
    inilah hasil beberapa saat sebelum ke kampus tadi sore, sampai2 aku lupa kalau hr ini kuliah dan harus balikin komik..
    #curcol sekalian..

    BalasHapus