Senin, 16 Mei 2011

NII CHAN, ARIGATOU chapter 3

Tanpa disadari ternyata hari sudah sore dan Yuya harus segera pulang. Tapi ternyata gerbang sekolah sudah dikunci dan Yuya tidak pernah membayangkan akan terkunci di sekolahnya ditengah hujan gerimis dan bersama seseorang yang baru dia kenal, Hoshimura Tarou.



          Hari semakin sore dan diluar dugaan mendung dilangit bertambah tebal. Hujan yang tadinya hanya rintik-rintik kecil sekarang semakin deras. Jalanan di depan SMA Midori pun mulai sepi. Sesekali ada satu dua mobil yang lewat itupun dalam jangka waktu yang cukup lama. Sedangkan di balik gerbang sekolah, tampak seorang siswa dan seorang siswi yang memandangi kokohnya gerbang sekolah itu. Hoshimura Tarou siswa kelas 2 dan seorang gadis mungil berambut pendek yang berdiri disebelahnya, Aoki Yuya. Gerbang sekolah sudah dikunci sehingga mereka tidak bisa keluar.
            “Apa yang harus kita lakukan, Senpai?”, kata Yuya meminta saran. “Saya tidak tahu kalau gerbangnya sudah dikunci jam segini. Arrghhh…. Nii chan pasti khawatir”.
            Tarou pun tersenyum kearah Yuya. Kemudian Tarou melepaskan tas punggungnya dan juga sepatunya.
            “Apa yang akan dia lakukan? Apakah dengan malakukan hal itu gerbang ini bisa terbuka? Ajaib kalau begitu”, pikir Yuya.
            Tarou kemudian melampar tas dan sepatunya keluar gerbang. Yuya terlihat heran. Ternyata Tarou memanjat gerbang sekolah yang terbuat dari besi dengan tinggi sekitar 2 meter itu. Yuya memandanng tak percaya.
            “Ayo Aoki san lakukan seperti ini”, ajak Tarou setelah dia sampai diatas gerbang.
            “Yang benar aja Senpai?”
            “Kamu mau terjebak lebih lama lagi disini?”, tanya Tarou sambil mengulurkan tangannya.
            Hujan pun semakin deras. Mau tidak mau Yuya harus mengikuti saran Tarou. Yuya membuka sepatunya, kemudian mengikuti yang dilakukan Tarou tadi, melempar tasnya keluar gerbang dan mulai memanjat. Untung saja Yuya masih ingat cara memanjat karena waktu masih di Aomori dia sering memanjat pohon.
            Tarou mengulurkan tangannya dari atas, kemudian menarik tangan Yuya. Setelah Yuya sampai di atas, Tarou lompat ke bawah terlebih dahulu.
            “Aoki san, ayo lompat sekarang”, kata Tarou
            Yuya pun lompat dari atas pagar, tapi dia tidak mendarat dengan mulus di tanah, tapi Yuya jatuh menimpa tubuh Tarou.
            “Ah, maaf Senpai, saya tidak sengaja”, kata Yuya yang segera berdiri.
            “Tidak apa-apa kok”, jawab Tarou.
            Tapi sial untuk mereka, ternyata Yuta melihat saat tubuh Yuya bersentuhan dengan tubuh Tarou karena kejadian yang tidak disengaja tadi. Yuta merasa adiknya sedang dalam bahaya yang padahal sebenarnya tidak sama sekali. Tanpa pikir panjang Yuta melakukan hal yang tidak seharusnya dia lakukan, memukul Tarou.
            “Apa yang kau lakukan pada adikkku. Laki-laki brengsek”, kata Yuta sambil terus menghantam wajah Tarou yang membuat pelipisnya berdarah.
            “Nii chan salah paham. Dia bukan orang jahat”, kata Yuya mencegah kakaknya namun tidak berhasil.
            “Sudah kamu diam saja Yuya. Kamu tidak tahu apa-apa. Biar Nii chan yang bereskan laki-laki kurang ajar ini”, kata Yuta lagi.
            Tarou yang sudah babak belur menerima pukulan dari Yuta pun akhirnya membalas pukulan Yuta. Tarou merasa dirinya tidak bersalah. Perkelahian diantara mereka sudah tak terelakkan lagi. Pukulan Tarou mengenai wajah Yuta sehingga kaca matanya jatuh ke tanah. Yuta semakin kesal karena Tarou membalas pukulannya. Sekali lagi Yuta memukul kearah perut Tarou dan membuatnya jatuh terkampar di tanah.
            Yuya hanya bisa menangis melihat kejadian itu.
            “Nii chan, sudah hentikan”, bujuk Yuya sambil manarik tangan Yuta.
            “Senpai, maafkan kakak saya”, kata Yuya pada Tarou dan kemudian menarik Yuta untuk segera memasuki mobil dan meninggalkan SMA Midori.
            Tarou masih terbaring di tanah selama 10 menit kedepan setelah ditinggalkan oleh Yuya dan Yuta. Darah yang keluar dari lukanya terbawa aliran air hujan. Tarou kemudian ditemukan oleh teman sekelasnya sekaligus sahabatnya, Fujiwara Ken. Ken segera membawa Tarou kerumahnya yang tak jauh dari SMA Midori. Kemudian luka-luka ditubuh Tarou diobati oleh ayah Ken yang seorang dokter.
            “Kamu kenapa bisa seperti ini?”, tanya Ken sambil memperhatikan Tarou yang sedang diobati ayahnya.
            “Tidak apa-apa. Tadi ada preman yang sedang mabuk tiba-tiba menghajarku”, jawab Tarou.
            “Lain kali kamu harus lebih hati-hati”, saran Ken.
            “Iya. Tenang saja”, jawab Tarou singkat.
            Tarou merasakan perihnya obat yang dibasuhkan pada luka-lukanya. Sakit. Tapi untungnya tidak ada tulang yang patah. Sekitar 15 menit, luka-luka Tarou sudah diobati dan diberi perban oleh ayah Tarou.
            “Ano.., Ken, Fujiwara san, boleh saya menginap disini untuk malam ini? Saya tidak mau pulang dengan keadaan begini. Saya tidak ingin seisi rumah panik”, kata Tarou tiba-tiba pada ayah dan anak itu.
            “Tentu saja boleh. Anggap saja rumahmu sendiri, Tarou kun. Lagi pula kamu kan sudah sering menginap disini. Nanti biar saya telepon orang tuamu kalau kamu mau menginap disini agar mereka tidak khawatir”, kata Fujiwara san.
            “Terima kasih Fujiwara san”, ucap Tarou.
            Setelah mendapat izin dari keluarga Fujiwara dan orang tuanya, Tarou pun menginap di rumah Ken malam itu.
            Sementara itu, kakak beradik Aoki baru saja sampai di rumah mereka. Yuya segera turun dari mobil dan masuk kedalam rumah. Ia segera menuju dapur untuk mengambil air hangat untuk mengompres luka kakaknya. Selanjutnya dia mengambil handuk kecil dan obat. Yuta sekarang sedang duduk di sofa di ruang tamu rumah itu sambil menahan sakit karena perkelahiannya tadi dengan Tarou.
            “Sini Nii chan, Yuya bersihkan lukanya”, kata Yuya yang kemudian mulai merawat luka kakaknya.
            Dengan lembut Yuya membersihkan luka kakaknya agar tidak terlalu terasa sakitnya walaupun kenyataannya Yuta masih harus menahan sakit dan perih lukanya itu. Setelah membersihkan luka di wajah kakaknya, Yuya memberi obat dan menutup lukanya dengan perban.
            “Apa yang Nii chan pikirkan sehingga Nii chan melakukan hal kasar seperti tadi?”, tanya Yuya dengan nada meminta penjelasan.
            “ Nii chan hanya ingin melindungi Yuya”, jawabnya singkat
            “Melindungi dari apa? Tidak ada yang menyakiti Yuya, yang ada Hoshimura senpai menolong Yuya. Yuya tidak mengerti jalan pikiran Nii chan”, kata Yuya yang tidak suka dengan perbuatan kakaknya tadi.
            Kemudian Yuya naik ke kamarnya di lantai dua meninggalkan Yuta sendirian di ruang tamu. Yuta hanya bisa diam mendengar kata-kata adiknya. Terjadi pertentangan hebat dibatinnya.     “ Apakah yang aku lakukan tadi itu salah? Tapi aku kan hanya ingin melindungi Yuya dari laki-laki bodoh seperti dia”, batin Yuta.
            “Tapi kenapa Yuya marah padaku? Harusnya kan Yuya berterima kasih padaku. Tapi kalua Yuya benar-benar membenciku bagaimana? Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak ingin Yuya yang aku sayangi membenciku”, batinnya lagi.
            Yuta berpikir apa yang harus dia lakukan agar Yuya tidak membencinya. Akhirnya Yuta memutuskan minta maaf pada Yuya. Yuta pun pergi ke kamar Yuya yang ada di lantai 2 disebelah kamarnya. Yuta masuk ke kamar yang didominasi warna hijau itu. Tapi Yuta melihat adiknya sudah tertidur lelap dan dia tidak tega membangunkan adiknya hanya untuk meminta maaf. Yuta pun menunda permintaan maafnya hingga keesokan harinya.
            Pukul 4:25 pagi di kediaman keluarga Aoki. Hari ini sepertinya akan cerah karena sudah tidak ada lagi mendung tebal yang menutupi langit kota Okayama hari ini. Yuya sudah terbangun 10 menit yang lalu. Setelah mencuci muka, dia segera ke dapur. Yuya ingin memasakkan bentou untuk Tarou sebagai permintaan maaf atas kelakuan kakaknya yang sangat tidak sopan kemarin.
            Yuya memulai dengan memasak nasi yang akan dijadikan onigiri. Dia juga sudah menyiapkan nori kering untuk pelengkapnya. Kemudian Yuya memotong sayuran yang terdiri dari wortel, buncis, kentang menjadi potongan kotak-kotak kecil kemudian di tumis dengan bawang putih dan bawang bombay lalu dibumbui dengan sedikit garam dan merica. Sederhana, tapi terasa enak. Kemudian Yuya memecahkan 3 butir telur dan memasukkannya kedalam mangkok dan dicampur denngan cincangan seledri dan diberi sedikit garam dan merica kemudian didadar. Setelah sisi bagian bawahnya matang kemudian di gulung. Setelah itu adonan telur tadi dituangkan ke wajan lagi agar telurnya terlihat berlapis-lapis. Setelah matang, Yuya memotong telurnya dengan ukuran sekitar 1cm.
            “Yup, selesai 3 jenis makanan. Tapi seprtinya ini terlalu sederhana untuk permintaan maaf. Masak apa lagi ya?”, kata Yuya mulai berpikir.
            Akhirnya Yuya memutuskan untuk memasak satu jenis makanan lagi. Chicken Katsu.
            Yuya sudah menghabiskan waktunya selama 2 jam di dapur. Dan akhirnya dia menyelesaikan pekerjaannya di dapur.
            “Akhirnya selesai juga. Semoga saja Hoshimura senpai mau memaafkan perbuatan Nii chan kemarin.”
            “Nii chan, ayo sarapan. Yuya sudah masak ni.”, Yuya memanggil kakaknya yang masih tidur.
            Teriakan Yuya membangunkan Yuta dari tidurnya. Segera saja Yuta keluar kamar dan turun ke menuju kearah dapur.  Dengan masih memakia piama dan rambut yang acak-acakan Yuta duduk di depan meja makan. Sesekali dia menguap.
            “Ohayou Nii chan. Ayo makan”, ajak Yuya.
            “Ohayou”, Yuta membalas sapaan adiknya dengan perasaan heran. “Yuya masih marah ya sama Nii chan?”, tambah kakaknya.
            “Marah? Mana mungkin Yuya bisa marah lama-lama sama Nii chan Yuya yang paling Yuya sayangi. Tapi kemarin Yuya kesal dengan tindakan bodoh Nii chan. Tapi ya sudahlah”, jawab Yuya.
            “Maafkan Nii chan”
            “Ah, sudah Nii chan makan saja. Atau mau Yuya suapin? Tapi gak usah deh. Nii chan udah gede. Jadi bisa makan sendiri kan. Hahahahaha.”
            Itadakimasu
            Mereka menghabiskan beberapa waktu dalam diam untuk menghabiskan sarapan mereka pagi itu.
            Gochisousama deshita. Yuya selesai. Nii chan cuci piring ya. Yuya belum mandi nih”, kata Yuya sebelum meninggalkan meja makan dengan piring kotor masih di atas meja.
            “Dasar Yuya”, desah Yuta
            Setelah selesai bersiap-siap, Yuya segera berangkat ke sekolahnya dengan membawa bento yang sudah di masaknya dari pagi tadi. Bento sebagai tanda permintaan maaf pada Tarou.
            Cuaca pagi itu cerah dengan udara pagi khas awal musim panas. Minggu ini minggu terakhir sekolah sebelum  libur panjang musim panas dimulai. Yuya memasuki halaman sekolah, namun dia tak langsung ke kelasnya, melainkan dia pergi ke halaman belakang sekolah. Ke kebun bunga matahari. Kuncup bunga matahari mulai bermunculan dan tak lama lagi akan mekar sempurna.
            “Wah sebentar lagi mekar sempurna. Aku akan mampir ke sekolah saat liburan musim panas untuk melihat kalian bermekaran dengan indahnya”, kata Yuya pada bunga-bunga matahari itu walaupun bunga-bunga itu tak akan mengerti apa yang Yuya katakan.
            Yuya mengikuti pelajaran dengan semangat yang sedikit berlebihan hari ini. Dia sering tersenyum sendiri dan bisa dibilang akhirnya menjadi tidak konsentrasi mengikuti pelajaran hari ini. Dia tak sabar menunggu jam makan siang saat dia akan memberikan bento buatannya pada Tarou. Tapi dia sedikit cemas kalau Tarou tidak mau memaafkan perbuatan kakaknya kemarin sore.
            “Apa Hoshimura senpai mau memaafkan aku dan Nii chan ya? Ah dia pasti tidak akan bisa menolak bento buatanku ini”, Yuya menggumam dalam hatinya.
            “Aoki san, kerjakan soal nomor 3”, tiba-tiba terdengar suara Yamada sensei guru matematika nya.
            Tapi Yuya masih sibuk dengan lamunannya tentang Tarou, bento dan permintaan maaf. Sampai Hana menginjak kaki Yuya dan itu berhasil membawa Yuya kembali ke dunia nyata dan sekarang dia sedang ditatap dengan tatapan siap menerkam mangsa dari seorang wanita yang umurnya sekitar 30 tahunan dengan dandanan yang minimalis dan elegan yang tidak lain adalah guru matematikanya yang sedang berdiri di depan kelas.
            “Aoki san, kerjakan soal nomor 3”
            “Ano, sensei….”
            Belum sempat Yuya menyelesaikan kalimat yang ingin diucapkannya bel tanda istirahat sudah berbunyi. Yuya terselamatkan dari terkaman harimau hari ini.
            “Huuh”, Yuya menghela nafas.
            “Aoki san, kerjakan soal halaman 129 dan kumpulkan dua hari lagi. Itu hukuman karena kamu tidak memperhatikan pelajaran hari ini. Pelajaran hari ini sampai disini. Selamat siang”, kata Yamada sensei, kemudian dia meninggalkan kelas 1-3.
            “Apa-apaan aku diberi tugas banyak begitu? Tapi ya sudahlah. Hana, hari ini aku tidak bisa makan siang bersamamu. Aku ada urusan”, katanya pada sahabatnya, Hana.
            “Lho, kamu mau kemana Yuya?”, tanya Hana.
            “Rahasia. Sudah ya, aku pergi sebentar”, jawab Yuya yang cepat-cepat meninggalkan kelasnya sambil membawa bungkusan yang berisi bento yang sudah dia siapkan untuk Tarou.
            Yuya segera pergi ke kelas 2-2 yang ada di lantai 3 untuk mencari Tarou. Yuya menyusuri koridor dan akhirnya dia menemukan kelas yang dia cari. Kelasnya sepi hanya dan tak kurang dari sepuluh orang. Mungkin sebagian besar penghuni kelas itu menghabiskan makan siang mereka di taman atau di kantin sekolah. Salah satu yang ada di kelas itu adalah Fujiwara Ken, sahabat Tarou, orang yang sedang dicari Yuya.
            “Shitsurei shimasu”, kata Yuya berdiri di depan pintu kelas 2-2.
            “Iya, ada apa?”, kata Ken yang kemudian menghampiri Yuya.
            “Ano, Senpai, saya Aoki Yuya dari kelas 1-3. Saya mau mencari Hoshimura Senpai”.
            “Kalau jam makan siang begini Tarou biasanya ada di atap gedung sekolah. Coba saja kamu cari kesana”, kata Ken memberi informasi.
            “Terima kasih senpai”, kata Yuya yang kemudian segera menuju ke atap.
            Ternyata Ken benar, Tarou memang ada disana, duduk sendirian memandangi langit siang yang cerah. Yuya mendekati Tarou dengan tersenyum manis sambil membawa bento buatannya.
            “Permisi, Senpai”, sapa Yuya
            Tarou tidak menjawab melainkan hanya memandang kearah Yuya sesaat dan kemudian mengalihkan pandangannya dari Yuya. Yuya melihat wajah Tarou yang lebam karena dihajar oleh kakaknya kemarin.
            “Senpai, masalah kemarin,  saya benar-benar minta maaf. Saya tidak tahu kalau kakak saya akan berbuat begitu”, Yuya membungkuk meminta maaf.
            Tarou tak menjawab dan masih asyik sendiri memandangi langit biru. Yuya sebenarnya sedikit kesal karena dia tak dihiraukan.
            “Senpai, ini bento buatan saya sebagai permintaan maaf”, kata Yuya lagi sambil memberikan bento itu pada Tarou.
           Tarou membalik badannya dan kemudian mengambil kotak bento yang diberikan Yuya. Yuya pun tersenyum, tapi ternyata Tarou melakukan hal diluar dugaan. Tarou sengaja menjatuhkan bento buatan Yuya dan itu membuat Yuya semakin kesal.
            “Apa kamu pikir dengan sekotak bento kamu bisa minta maaf semudah itu? Kamu liat perbuatan kakakmu padaku. Setelah aku hampir mati kemarin, sekarang kamu dengan gampangnya minta maaf? Tak akan kumaafkan”, kata Tarou kasar.
            Yuya merasa sakit hati dengan perlakuan Tarou padanya. Rasa simpatinya pada Tarou berubah menjadi rasa benci. Yuya segera pergi meninggalkan Tarou dan bento yang sudah dia buat dengan susah payah berserakan di bawah. Tarou tetap tidak bergeming.
            Yuya sebenarnya ingin menangis karena perbuatan Tarou tadi. Tapi dia menahan air matanya agar tidak menetes. Yuya kembali ke kelasnya, tapi dia tidak ingin mengikuti pelajaran selanjutnya. Dia hanya kembali ke kelas untuk mengambil tasnya. Dia sudah tak punya semangat belajar hari ini.
            “Yuya, kamu mau kemana? Jam sekolah belum berakhir. Kamu sakit?”, tanya Hana sebelum Yuya meninggalkan kelasnya.
            “Aku mau pulang. Aku tidak enak badan”, jawab Yuya.
            “Kamu mau kuantar pulang?”, tawar Hana.
            “Tidak usah. Kamu belajar aja. Aku pasti akan baik-baik saja”, Yuya menolak tawaran Hana.
            “Hati-hati di jalan”
            “Un, tidak usah khawatir ya, Hana”
            Yuya meninggalkan kelasnya tapi dia tidak langsung pulang melainkan dia pergi ke taman dekat rumahnya. Duduk di sebuah bangku taman sambil memandangi bunga matahari yang tumbuh di sudut taman. Dia masih memikirkan kejadian dengan Tarou tadi. Ternyata Tarou tak sebaik yang dia kira. Tanpa dia sadari ternyata air matanya menetes. Tarou adalah orang pertama yang berani mendekatinya karena dari dulu anak laki-laki teman sekolahnya tidak berani mendekatinya karena takut dimarahi oleh Yuta. Dari dulu Yuta selalu ada didekat Yuya untuk melindunginya. Dan sepertinya kejadian yang sama terulang lagi. Tarou menajuhinya karena Yuta, kakaknya yang over protektif.
Tapi dibalik perlindungan Yuta dan semua hal yang Yuta lakukan untuk Yuya selama ini, ada satu hal yang mendasarinya, cinta Yuta pada Yuya.

********
            Liburam musim panas sudah dimulai. Bunga matahari pun sudah mekar sempurna sejak beberapa hari yang lalu. Sungguh indah. Ciri khas musim panas. Pertengahan bulan Agustus yang panas, Yuya yang merasa bosan di rumah mengerjakan PR liburan musim panasnya memutuskan untuk berjalan-jalan keluar rumah sebentar. Yuya tak punya tujuan kemana akan pergi. Dia hanya mengikuti kemana langkah kakinya membawanya. Ternyata kakinya melangkah ke tepi Sungai Asahi yang membelah kota Okayama. Airnya jernih dan memantulkan sinar mentari senja yang indah.
            Saat sedang asyik memandang pantulan sinar mentari di air sungai, entah kenapa kata hatinya menyuruhnya untuk melihat kearah kiri. Dari kejauhan terlihat seorang anak laki-laki yang memakai T-shirt warna biru dan celana pendek. Seorang laki-laki bertubuh tinggi dan bisa dibilang cukup atletis, rambutnya yang acak-acakan –seperti biasa dan seingat Yuya begitu- berwarna kecoklatan dan diterpa matahari sore, Hoshimura Tarou.
            Yuya sudah lama tak bertemu dengan Tarou. Terakhir kali mereka bertemu saat Tarou menolak bento pemberian Yuya dengan cukup kasar. Sekarang yang terlintas dipikiran Yuya kenapa mereka bertemu disini? Saat ini orang yang paling tidak ingin ditemui Yuya adalah Tarou.
            Perlahan tapi pasti Tarou semakin mendekat. Wajahnya semakin jelas. Semakin lama semakin dekat dan saat jaraknya dengan Yuya hanya terpaut beberapa meter saja, Tarou menghentikan langkah kakinya, tapi tak lebih dari dua menit, Tarou melanjutkan kembali perjalannya tanpa mengatakan sepatah kata pun pada Yuya. Dan perlahan menghilang di kerumunan orang.
            “Apa maunya sih dia? Menyebalkan”, kata Yuya sambil mengacak-ngacak rambut pendeknya. “Arrrrggggghhhh”
            Kekesalan Yuya terpecahkan setelah mendengar handphonenya berdering. Tapi dia tidak mengenal nomor yang muncul di layar ponsel flipnya yang berwarna putih itu.
            “Moshi moshi. Aoki desu”, Yuya menjawab panggilan di ponselnya itu.
            “Konnichiwa. Aoki san, saya dari rumah sakit Sakura. Saya mau mengabarkan bahwa kakak Anda Aoki Yuta mengalami kecelakaan dan sekarang ada dalam penanganan dokter di rumah sakit kami”, kata suara orang yang menelepon Yuya.
            Tiba-tiba saja Yuya lemas setelah mendengar kabar itu dan rasanya tak mampu berdiri lagi. Pikirannya dipenuhi hal-hal buruk yang kemungkinan terjadi pada kakak satu-satunya itu.
            “Aoki san, Anda tidak apa-apa?”, kata suara dari ponselnya itu.
            “Saya akan segera kesana. Terima kasih”, jawab Yuya.
            Rumah sakit itu berada tak jauh dari tempat Yuya berada sekarang. Hanya 20 menit ditempuh dengan berjalan kaki. Tapi Yuya hanya membutuhkan waktu sekitar 12 menit untuk sampai ke rumah sakit itu. Yuya berlari sekencang yang dia bisa. Pikirannya sudah kacau.
            “Nii chan, Nii chan….”, hanya kata-kata itu yang ada dipikran Yuya saat ini.
            Yuya sampai dirumah sakit, setelah dia bertanya pada resepsionis, resepsionis itu menyuruhnya segera menuju ruang UGD. Yuta sedang ditangani oleh dokter. Ternyata Yuta ditabrak mobil saat dia dalam perjalanan pulang dari kantornya. Menurut informasi yang Yuya terima, yang menabrak kakaknya sedang menelepon tapi mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi sehingga tidak melihat Yuta yang saat itu menyebrang.
            Saat Yuya sampai di depan ruang UGD, dia melihat seorang gadis sedang duduk di kursi ruang tunggu. Sepertinya seumuran dengan kakaknya. Cantik, rambutnya ikal panjang dan berwarna kecoklatan. Kulitnya putih namun tampak pucat dan terlihat cemas. Yuya tidak terlalu peduli pada gadis itu yang ada dipikirannya saat ini hanya Yuta, Yuta, dan Yuta.
            Setelah Yuya berada tak jauh dari gadis itu, tiba-tiba gadis itu bangkit dari kursinya dan tersenyum kearah Yuya.
            “Konnichiwa. Kamu Aoki san?”, tanya gadis itu.
            “Iya”
            “Saya Hoshimura Michiko. Maafkan saya. Saya yang menabrak kakakmu”, kata gadis itu lagi.
            Tangisan Yuya semakin menjadi setelah mendengar perkataan gadis itu. Rasa benci dan kesal merasuki hatinya. Ingin rasanya dia mencaci maki gadis itu, memukulnya hingga dia tak sadarkan diri. Tapi pada kenyataannya Yuya masih bisa mengontrol emosinya dan akhirnya membuat dia terkulai dan jatuh ke lantai. Air matanya semakin tak bisa dibendung.
            Gadis itu membantu Yuya untuk duduk dia atas kursi. Dia memilih untuk tak bicara apapun lagi mengingat Yuya yang sedang shock.
            Hening. Yang terdengar hanya isak tangis Yuya. 1 jam pun berlalu dan dokter pun keluar dari ruang UGD.
            “Keluarga Aoki”, kata dokter.
            “Bagaimana keadaan kakak saya, sensei? Dia baik-baik saja kan?”, Yuya tak sabar mendengar tentang kakaknya dari dokter.
            Dokter yang menangani Yuta pun tersenyum dan berkata,
            “Kakakmu baik-baik saja. Masa kritisnya sudah lewat. Sebentar lagi dia akan di pindahkan ke ruang perawatan. Tapi kemungkinan malam ini dia tidak akan sadar diri sampai besok.”
            “Yokatta”, Yuya menghela nafasnya walaupun dia masih cemas.
            “Arigatou sensei”, tambah Yuya lagi.
            Dokter pun meninggalkan Yuya dan gadis yang menabrak Yuta.
            “Aoki san, saya tinggal sebentar. Saya akan mengurus administrasinya”, kata gadis itu.
            Yuya hanya mengangguk. Gadis itu meninggalkan Yuya sendirian di depan ruang UGD dan kemudian dia menghilang di tikungan koridor rumah sakit itu.

***********
            Yuta sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Kepala Yuta diperban, tangan kirinya digip karena sepertinya tangan kirinya patah. Yuya sekarang duduk disebelah tempat tidur Yuta sambil menggenggam tangan kanan kakaknya. Yuta pun merasakan kehangatan tangan Yuya dari alam bawah sadarnya. Kehangatan tangan Yuya seakan menjadi semangat untuk Yuta segera sadar dari komanya.
            Tiba-tiba terdengar suara pintu yang dibuka. Ternyata gadis yang menabrak Yuta yang datang. Dia membawakan segelas kopi untuk Yuya dan makanan yang dia beli di kantin rumah sakit. Sekarang sudah pukul 9 malam.
            “Ini untukmu. Kamu pasti belum makan”, kata gadis itu memberikan kopi dan makanan itu pada Yuya.
            “Terima kasih. Saya tidak lapar”, tolak Yuya.
            “Baiklah kalau begitu. Saya letakkan diatas meja. Nanti kalau kamu lapar, silahkan dimakan”, tambah gadis itu lagi.
            “Terima kasih”
            Hening sejenak.
            “Terima kasih juga karena Anda tidak lari dari tanggung jawab dan membawa kakak saya kerumah sakit”, kata Yuya memecah keheningan.
            “Harusnya saya yang minta maaf karena sudah menabrak kakakmu. Saya sedang emosi dan diluar kendali. Tapi syukurlah kakakmu selamat”, jawabnya.
            Yuya terus memandanngi Yuta dengan penuh harapan Yuta segera membuka matanya, walaupun kata dokter Yuta tidak akan sadar malam ini.
            “Sepertinya kalian sangat akrab ya?”, kata gadis itu.
            “Heh?”
            “Sepertinya kamu sangat menyayangi kakakmu ya. Terlihat dari caramu mengkhawatirkannya.”, kata gadis itu lagi.
            “Iya. Hanya Nii chan yang saya miliki saat ini. Kedua orang tua kami sudah meninggal saat saya masih berumur 8 tahun”, kata Yuya.
            “Maafkan saya”.
            “Tidak apa-apa. Ano, maaf Anda….”, kata Yuya sambil mengingat nama gadis itu.
            “Hoshimura Michiko”
            “Maaf, tadi saya cemas dengan keadaan Nii chan jadi tidak begitu jelas mendenngar nama Hoshimura san”.
            “Tidak apa-apa. Saya mengerti”.
            “Sebaiknya Hoshimura san pulang saja. Sudah malam. Biar saya saja yang menunggu Nii chan disini”, kata Yuya.
            “Baiklah kalau begitu. Saya juga belum mengabari keluarga saya tentang kejadian ini. Besok saya akan kembali lagi melihat keadaan Aoki san”.
            “Terima kasih Hoshimura san”, Yuya menunduk.
            “Ini barang-barang kakakmu”, Michiko menyerahkan barang-barang milik Yuta.
            “Mata ashita”, kata Michiko lagi dan kemudian meninggalkan Yuya dan Yuta di kamar perawatan itu.
            Perasaan Yuya sedikit lega karena kakaknya selamat. Tapi Yuya merasa aneh dengan nama gadis yang menabraknya tadi.
            “Hoshimura Michiko. Sepertinya nama itu tidak asing ya”, ucap Yuya dalam hatinya.
            Tiba-tiba Yuya mengingat sesuatu. Ingatannya tertuju pada seseorang yang dia temui tadi sore ditepi sungai Asahi. Orang yang marah padanya karena perbuatan kakaknya yang overprotektif. Ya, orang itu kakak kelasnya di SMA Midori, Hoshimura Tarou.


Yoshi's note:
maaf ya para pembaca *emangnya cerita ini ada yang baca ya* update chap ini sangat lama.
ada banyak hal yang dialami yoshi beberapa waktu terkahir ini jadi kehidupannya jadi kacau *padahal dari awal udah kacau hidupnya*
tapi sekarang pekiran sudah plong. tinggal ngerjain tugas-tugas kuliah aja deh *curhatan gaje*
Di chap sebelumnya terjadi banyak kesalahan pengetikan. harapa di maklumi ya, Yoshi masih amatiran...

Terima kasih buat yang udah mau berkunjung ke blog gak jelas ini dan udah mau meluangkan waktu buat baca cerita ini.

Minasan, Arigatou goozaimasu......

Kritik & saran Please....

Sampai jumpa di chap selanjutnya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar